Kata pepatah orang bisa maju karena “3 K”, yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan. Dari tiga “K” tersebut yang jamak disebut orang sebagai faktor tersulit adalah kesempatan, karena kesempatan seolah diluar kontrol kita. Sementara semua orang bisa dengan mudah memiliki kemauan dan kemampuan.
Namun saya berpikir sebaliknya, bahwa yang paling menentukan adalah kekuatan kemauan (willpower). Berangkat dari kemauan yang kuat maka kemampuan dan kesempatan bisa diraih. Mengapa ?
Derajat atau tingkat kemauan diukur dari sejauhmana seseorang memiliki growth mindset ataukah fixed mindset. Growth mindset adalah keyakinan bahwa kualitas dasar kita bisa kita tumbuh kembangkan melalui usaha, strategi, dan bantuan orang lain (Dweck, 2016).
Orang tidaklah bersifat statis dan fixed, baik dari sisi potensi, bakat, kecerdasan, dan kompetensi. Sebaliknya orang bisa berubah dan perubahan tersebut sangat ditentukan mindset-nya. Jadi orang yang memiliki growth mindset pasti memiliki kemauan yang tinggi.
Dulu ada anekdot, bahwa saat wawancara mencari kerja di Amerika pertanyaan yang sangat menentukan adalah Anda kuliah dimana. Di Korea Selatan, pertanyaan utamanya adalah Anda anak siapa. Tempat dimana kuliah dan faktor keturunan dianggap sangat penting. Anekdot ini pun sudah dibantah oleh riset Thomas Stanley bahwa yang menentukan sukses bukanlah tempat kuliah di sekolah favorit karena faktor ini hanya berada di urutan ke 23. Bahkan Stanley tidak menyebut keturunan sebagai faktor penting.
Studi terakhir Mc Kinsey terbaru di 72 negara juga menunjukkan bahwa faktor utama prestasi akademik seorang siswa bukan ditentukan oleh sekolahnya, orang tuanya, atau gurunya. Ternyata faktor terpenting adalah mindset siswa itu sendiri yang memperkuat motivasi dan kepercayaan diri.
Guru dan orang tua tentu memiliki pengaruh bila mereka terus memberi inspirasi. Status guru pintar dan orang tua hebat tidak serta merta membuat seorang siswa otomatis akan ikut hebat. Seperti kata pepatah: guru rata-rata hanya bisa menyampaikan, guru yang baik bisa menjelaskan, namun guru yang hebat bisa menginspirasi. Menginspirasi adalah proses untuk membuat orang lain tergerak untuk berpikir dan berbuat sesuatu yang penting.
Jadi, faktor kualitas pribadi sendiri yang menentukan kesuksesan, yang dimulai dari mindset. Ingat, bahwa banyak para alumni IPB yang sukses dari keluarga biasa-biasa saja. Namun mereka memiliki prestasi di SMA nya dikarenakan mindset dan karakternya yang sudah sangat kuat sejak dulu untuk menuju kemajuan.
Ini sejalan dengan riset Stanley yang mengatakan bahwa diantara 10 besar faktor sukses antara lain kejujuran, kedisiplinan, kemampuan mengelola hubungan sosial, kerja keras, mencintai pekerjaan dan kepemimpinan. Semua adalah faktor internal. Tentu mereka semakin kuat karena juga mendapat sentuhan pendidikan di IPB yang membuat mereka memiliki karakteristik sebagaimana ditulis Stanley tersebut.
Namun, faktor IPB atau kampus lain hanya berada di urutan ke-23. Artinya tidak serta merta orang kuliah di sekolah favorit akan otomatis sukses. Semua tergantung dari pribadi masing-masing sejauhmana kekuatan mindsetnya.
Nah, tugas kampus adalah bagaimana terus menciptakan ekosistem dimana mahasiswa akan semakin kuat mindsetnya untuk maju dan sukses, yang dalam bahasa Dweck (2016) memiliki growth mindset, atau berjiwa proaktif ala Stephen Covey, dan memiliki kebutuhan berperestasi ala David Mc Cleland, serta berciri pembelajar gesit (agile learner) ala IPB. Orang yang memiliki kemauan tinggi umumnya berciri memiliki growth mindset, sikap proaktif, dan kebutuhan berprestasi tersebut.
Inilah mengapa semua mahasiswa baru IPB wajib mengikuti pelatihan 7 habist of highly effective people agar mereka memiliki dasar menjadi lebih proaktif. Karena orang sukses adalah orang yang proaktif yang kekuatan pribadinya memiliki daya pengaruh keluar, dan bukan terus membiarkan pihak luar memberikan pengaruh dominan ke dalam.
Kekuatan kemauan (willpower) akan sejalan dengan mindset. Kekuatan ini sangat dahsyat karena akan mampu mengubah kemampuan. Selama ini orang menganggap bahwa kemampuan identik dengan berbakat. Karena itu Seleksi masuk tim sepakbola nasional atau olah raga apapun biasanya didasarkan kepada kekuatan bakat semata. Mengapa kita tidak mencoba menciptakan seleksi-seleksi yang berbasis pada bakat dan mindset sekaligus?
Orang yang memiliki kemauan tinggi dilandasi growth mindset akan terus belajar dan belajar, berlatih dan berlatih, serta mempersiapkan strategi dengan amat matang. Prof Johannes Surya pernah bercerita bahwa ada seorang siswa dari Papua yang semula IQ nya di bawah 100, namun berkat strategi dan pembelajaran yang tepat dan penuh motivasi ternyata siswa tersebut bisa mengalahkan para juara olimpiade. IQ atau bakat kecerdasan tidaklah fixed.
Jadi dalam rumus matematika, kemampuan adalah fungsi dari kemauan. Saya punya pengalaman pribadi bahwa saya tidaklah berbakat menulis baik karangan puisi, maupun opini. Sejak SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa selama 13 tahun tulisan saya selalu ditolak majalah anak-anak, remaja dan koran. Saya punya mimpi yang sangat kuat bahwa saya bisa menulis dan dimuat di majalah. Meski saya tidak berbakat saya terus berusaha latihan menulis dan menulis. Orang tua punya peran besar untuk terus memotivasi dan menginspirasi. Kemauan yang tinggi diikuti ketahanan semangat, ketekunan dan kesabaran akhirnya membuahkan hasil setelah berjuang selama 13 tahun.
Begitu dimuat di koran, kemauan untuk meningkatkan kualitas tulisan makin tinggi. Kemampuan terus diasah agar bisa dimuat di koran dan majalah nasional, bahkan akhirnya jurnal internasional hingga menulis buku internasional diterbitkan penerbit bergengsi di Eropa. Ini bukan karena bakat tapi karena kemauan tinggi yang diikuti usaha dan strategi.
Bagaimana dengan kesempatan? Mestinya kesempatan juga merupakan fungsi kemauan. Ada tiga tipe orang melihat kesempatan.
Pertama, penunggu kesempatan. Orang fixed mindset selalui berpikir bahwa kesempatan datang dari luar dan tugas kita adalah sabar menunggu. Tipe ini akan terus menghadapi ketidakpastian.
Kedua, adalah pencari kesempatan. Tipe ini lebih baik dari yang pertama karena ia selalu berusaha mencari kesempatan sehingga hidup akan penuh harapan disini kesempatan masih berada di luar pribadinya.
Ketiga, adalah pencipta kesempatan, yang berarti ia tidak lagi tergantung orang lain mendapat kesempatan. Tipe ketiga ini hidupnya akan penuh kemenangan karena kesempatan selalu ada di ganggamannya. Bagaimana ciri orang tipe ketiga ini?
Orang yang berorientasi menciptakan kesempatan selalu dilandasi kemauan yang kuat, percaya diri, kreatif, penuh imajinasi, dan bisa berstrategi. Sebagai contoh, tahun 2010 Universitas Indonesia (UI) menciptakan UI Green Metric. Selama ini dalam perangkingan dunia, kita selalu mengacu pada QS dan THE, dua lembaga perangkingan dunia yang dikenal. UI mencoba menciptakan kesempatan baru dengan menjadikan dirinya sebagai lembaga perangkingan dunia dalam isu sustainability. Ini benar-benar langkah yang sangat dahsyat yang membuat semakin banyak perguruan tinggi di Indonesia masuk 100 besar dunia.
Prof Andi Hakiem Nasoetion Rektor IPB periode 1980an, tidak mau menunggu saja siswa-siswa berprestasi mendaftar melalui jalur tes, tetapi justru menjemput mereka melalui jalur undangan. Prof Andi adalah pencipta kesempatan.
Banyak sekali contoh-contoh lain yang sifatnya individual. Banyak orang berminat menjadi artis terkenal dengan cara menunggu undangan manggung di televisi. Tapi kini banyak yang memanfaatkan youtube untuk tampil sebagai penyanyi, pemain film, pelawak, maupun host talkshow. Mereka tidak lagi tergantung kepada undangan pihak lain untuk mendapatkan kesempatan tersebut. Mereka ini bisa menciptakan kesempatan baru untuk kesuksesan dirinya. Jadi, menciptakan kesempatan sangat bergantung pada kemauan.
Oleh karena itu tugas kita adalah bagaimana meningkatkan jumlah anak-anak muda menjadi orang yang punya kekuatan kemauan. Disinilah penting menumbuhkan mimpi-mimpi tentang masa depan. Apa yang selalu ditanyakan guru-guru tentang cita-cita kita sewaktu kita kecil adalah awal membangun mimpi.
Tentu kita berharap mimpi anak-anak sekarang jauh lebih dahsyat. Kalau mimpi mereka dahsyat maka akan mendorong kemauan, dan kalau kemauan semakin menguat maka akan banyak kesempatan tercipta.
Jadi, kemajuan Indonesia adalah soal kekuatan kemauan. Semoga 2021 adalah tekad baru untuk semakin maju.
(Tulisan pernah dimuat di Kumparan.com Januari 2021)