Tangerangupdate.com | Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuai sorotan publik setelah menyatakan bahwa gaji di bawah Rp5 juta per bulan merupakan kondisi yang “tidak sehat” bagi individu dan masyarakat. Pernyataan tersebut dianggap tidak sensitif terhadap kenyataan jutaan pekerja Indonesia yang masih menerima upah jauh di bawah angka itu.
Anita, peneliti dari Rights (Research on Public Policy & Human Rights), menilai pernyataan Menkes sebagai bentuk kontradiksi internal dalam pemerintahan.
“Kalau gaji di bawah lima juta dianggap tidak sehat, maka pemerintah harus mengakui bahwa sebagian besar rakyat Indonesia saat ini hidup dalam kondisi tidak sehat secara ekonomi.
Lebih ironis lagi, banyak kebijakan negara justru mendorong ke arah itu—upah murah, fleksibilitas kerja tanpa jaminan, dan maraknya PHK,” tegas Anita.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mencatat bahwa mayoritas pekerja di sektor informal dan jasa menerima penghasilan antara Rp2 juta hingga Rp4 juta per bulan.
Bahkan di kota besar seperti Jakarta, di mana Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 ditetapkan sebesar Rp5.065.000, hanya sebagian kecil tenaga kerja yang benar-benar memperoleh upah setara atau di atas angka tersebut.
Anita juga menyoroti gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi dalam dua tahun terakhir sebagai hasil dari kebijakan ekonomi yang menekan sektor riil dan UMKM.
“Pernyataan Menkes tampak terputus dari konteks struktural. Ketika banyak orang kehilangan pekerjaan atau dipaksa bekerja dengan upah minimum, menyebut gaji lima juta sebagai ambang sehat tanpa menyentuh akar kebijakan justru mempertegas ketimpangan pandangan di lingkar kekuasaan,” katanya.
Menurutnya, isu kesehatan tidak bisa dilepaskan dari jaminan atas pekerjaan dan pendapatan layak. Pendekatan sektoral dalam kebijakan publik yang tidak saling terhubung justru membuat masalah semakin kompleks.
“Pemerintah seharusnya tidak hanya mengidentifikasi masalah, tapi juga bertanggung jawab menciptakan kondisi ekonomi yang sehat.
Tanpa reformasi sistem pengupahan, pernyataan seperti ini hanya akan menjadi bahan sinis publik—karena yang dianggap ‘tidak sehat’ itu justru adalah realitas hidup sehari-hari mayoritas warga,” tutup Anita.