Tangerangupdate.com (29/01/2023) | Kabupaten Tangerang — Sejumlah oknum organisasi masyarakat (ormas) diduga berada di balik tumbuh suburnya pabrik nakal di kawasan Industri Akong, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang.
Dugaan tersebut muncul usai banyaknya pabrik nakal di kawasan itu yang tak pernah ditindak oleh aparat penegak hukum.
Selain itu, umumnya para pemilik pabrik itu memberikan upah yang tidak layak kepada pekerja, meski para pegawai kerja siang dan malam.
“Banyak hampir semua yang bayar upah di bawah layak, karena mereka dikuasai orang kawasan, seperti ormas,” kata Ketua Persatuan Buruh Nasional (PBN) PT. Cahaya Subur Prima (CSP), Kiki kepada wartawan, dikutip Minggu (29/01/2023).
Kiki menyatakan, perjuangan serikat buruh kawasan akhong sering dibenturkan dengan kepentingan ormas.
Hal itu terjadi, karena seluruh pabrik di wilayah itu memberikan keuntungan kepada ormas, seperti mengelola limbah hasil produksi.
“Dari Disnaker Provinsi Banten juga kan sampai mempertanyakan kenapa limbah di kawasan akong di kelola oleh ormas,” terangnya.
Sementara itu, Kepala UPT Pengawas Tenaga Kerja Disnaker Provinsi Banten, Agung Hardiansyah membenarkan banyaknya laporan aduan pelanggaran yang dilakukan oleh sejumlah pabrik di kawasan akhong tersebut.
Meski demikian, Agung berdalih pihaknya tidak dapat menyebutkan berapa jumlahnya. ” Soal aduan tentatif ya, gak bisa saya sebutkan,” ucapnya.
Sebelumnya, berjuluk wilayah seribu satu industri tak serta merta menjadikan Kabupaten Tangerang terbebas dari dugaan eksploitasi pekerja.
Siti Suherni (29), salah satu pekerja perempuan di PT. Cahaya Subur Prima mengaku hanya dibayar Rp. 30 ribu per hari.
Gaji tersebut sungguh tidak sepadan dengan waktu Siti bekerja. Di mana katanya, Ia bekerja selama 12 jam per hari.
Namun Siti tidak sendirian, Ia merasakan getir kerasnya tempat dia bekerja bersama 40 rekan kerjanya.
“Saya kerja di pabrik sabun kawasan Akong Mekar Jaya dari jam 08.00 – 20.00 WIB,” katanya kepada kantor berita Tangerangupdate.com, Rabu (18/01/2023).
Di balik kecilnya upah yang mereka terima, ada getir yang lebih besar dari itu semua. Di mana, salah satu rekannya harus merelakan satu jari tangan putus akibat kecelakaan kerja.
Mirisnya lagi, rekannya itu tidak mendapat kompensasi kecelakaan kerja dari perusahaan tempat Ia bekerja.
Siti mengaku bahwa dirinya telah melakukan negosiasi terkait upah minim yang Ia terima dan sempat dijanjikan ada kenaikan gaji.
Namun hingga kini, janji kenaikan gaji tersebut tidak kunjung direalisasikan.
“Dia selalu bilang iya nanti saya kondisikan, tapi saya nunggu sampai sekarng belum ada,” katanya.