Tangerangupdate.com (03/10/2021) | Jakarta — Kandungan konsentrasi Parasetamol tinggi di Teluk Jakara secara teori, bersumber dari tiga sumber, yaitu, ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan, rumah sakit, dan industri farmasi. Data tersebut didapatkan oleh tim peneliti
Dalam hasil investigasi dari beberapa kontaminan air empat lokasi di Teluk Jakarta yaitu, Angke, Ancol, Tanjung Priok, dan Cilincing; serta satu lokasi di pantai utara Jawa Tengah yakni Pantai Eretan, Indramayu. Parasetamol terdeteksi di dua situs, yakni muara sungai Angke (610 ng/L) dan muara sungai Ciliwung Ancol (420 ng/L), keduanya di Teluk Jakarta.
Bukan hanya Parasetamol, Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRIN) dan University of Brighton, Inggris, hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa parameter nutrisi seperti Amonia, Nitrat, dan total Fosfat, melebihi batas Baku Mutu Air Laut Indonesia.
Salah satu anggota tim peneliti dari BRIN, Zainal Arifin, mengatakan konsentrasi Parasetamol yang cukup tinggi meningkatkan kekhawatiran tentang risiko lingkungan yang terkait dengan paparan jangka panjang terhadap organisme laut di Teluk Jakarta.
“Hasil penelitian awal yang kami lakukan ingin mengetahui apakah ada sisa Parasetamol yang terbuang ke sistem perairan laut,” papar Zainal Arifin.
Zainal menjelaskan, bahwa secara teori, sumber sisa Parasetamol yang ada di perairan teluk Jakarta dapat berasal dari tiga sumber, yaitu: ekskresi akibat konsumsi masyarakat yang berlebihan; rumah sakit, dan industri farmasi.
“Dengan jumlah penduduk yang tinggi di kawasan Jabodetabek dan jenis obat yang dijual bebas tanpa resep dokter, memiliki potensi sebagai sumber kontaminan di perairan,” katanya.
“Sedangkan sumber potensi dari rumah sakit dan industri farmasi dapat diakibatkan sistem pengelolaan air limbah yang tidak berfungsi optimal, sehingga sisa pemakaian obat atau limbah pembuatan obat masuk ke sungai dan akhirnya ke perairan pantai,” sambung dia.
Parasetamol merupakan salah satu kandungan yang berasal dari produk obat atau farmasi yang sangat banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia secara bebas tanpa resep dokter.
Sisa atau limbah obat-obatan atau farmasi memang seharusnya tidak ada di dalam air sungai dan air laut.
“Tugas setiap kita baik industri maupun masyarakat, untuk menjaga kesehatan manusia dan juga kesehatan lingkungan termasuk laut. Semua itu agar kita dapat hidup lebih bermakna,” ungkap Zainal.
Pemerintah, lanjut dia perlu melakukan penguatan regulasi tata kelola pengelolaan air limbah baik untuk rumah tangga, komplek apartemen, dan industri.
“Sedangkan dalam pemakaian produk farmasi (obat, stimulan), publik perlu lebih bertanggung jawab, misalnya tidak membuang sisa obat sembarangan. Ini yang nampaknya belum ada, perlu ada petunjuk pembuangan sisa-sisa obat,” pungkasnya.