Tangerangupdate.com (16/08/2022) | Sudah hampir beberapa bulan kisah matinya Brigadir Josua Hutabarat yang menyita perhantian seantero masyarakat Indonesia. Akhirnya terjawab sudah. Beberapa hari yang lalu dengan pengumuman resmi Kapolri bahwa asal muasal dugaan pelecehan seksual dan tembak menembak yang sebelumnya diceritakan adalah tidak benar, melainkan hanyalah drama skenario atau pembohongan publik.
Sehingga diskusi publik hari ini telah bergeser paska ditetapkannya Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dengan dugaan Pasal 340 KUHP. Sebagaimana kita ketahui ketentuan Pasal 340 KUHP merupakan ketentuan yang paling tinggi dalam hal pemidanaan, sebab ancaman hukumnya merupakan terberat yang terdapat dalam rumusan deliknya yakni hukuman mati.
Jika mengikuti perkembangan kasus tewasnya Brigadir Josua Hutabarat sebelum maupun setelah ditetapkannya Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka, dan dengan Pengakuan Tersangka Brada E yang hari ini menjadi justice collaborator sehingga perkara bisa terang benderang, serta semua keterangan yang ramai, kelihatannya ketentuan pasal 340 KUHP yang dialamatkan kepada Irjen Ferdy Sambo memang sudah tepat.
Namun, yang menjadi soal yakni berkaitan tengah konteks pembuktiannya nanti (bewijs). Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 340 KUHP, rumusan deliknya (bestanndeel delict) harus terpenuhi secara mutlak. Dan yang kedua, yang harus ditelaah yakni berkaitan dengan dengan adakan alasan yang meringankan atau memberatkan pemidanaannya. Ini penting untuk dikaji, apalagi dalam konteks tersangka merupakan salah satu pejabat tinggi negara.
Melalui tulisan singkat ini akan coba penulis uraikan berkaitan dengan konstruksi Pasal 340 KUHP sebagai pembunuhan berencana dan alasan yang meringankan serta memberatkan pemidanaan dalam hubungannya terhadap Tersangka Irjen Ferdy Sambo jika pembuktian dalam persidangan nantinya.
Pasal 340 KUHP: “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Rumusan delik (Bestanndeel delict) yang yang menjadi syarat mutlak dalam pasal 340 KUHP meliputi :
- Unsur kesengajaan
- Dengan rencana
- Mengilangkan nyawa orang
Pertama, Unsur sengaja meliputi tindakannya dan objeknya, artinya si pembuat atau pelaku mengetahui atau menghendaki adanya orang mati dari perbuatannya tersebut. Hilangnya jiwa seseorang harus dikehendaki dan harus menjadi tujuan, sehingga karenanya perbuatan yang dilakukan tersebut dengan maksud atau tujuan yakni adanya niat untuk menghilangkan nyawa orang lain.
Kedua, Pembunuhan dengan rencana atau yang disingkat dengan pembunuhan berencana, bahwa direncanakan lebih dahulu bahwa ada sesuatu jangka waktu, bagaimana pendeknya untuk mempertimbangkan, dan untuk berfikir dengan tenang. Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3 syarat atau unsur, yaitu Memutuskan kehendak dalam suasana tenang; Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak; dan Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang. Memutuskan kehendak dalam suasana tenang, adalah pada saat memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana batin yang tenang. Susana batin yang tenang adalah suasana tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Ada tenggang waktu yang cukup antara sejak timbulnya atau diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan kehendaknya itu. Waktu yang cukup ini adalah relatif, dalam arti tidak diukur dari lamanya waktu tertentu, melainkan bergantung pada keadaan atau kejadian kongkret yang berlaku.
Berikutnya berupa pelaksanaan pembunuhan itu dilakukan dalam suasana batin tenang, bahkan syarat ketiga ini diakui oleh banyak orang sebagai yang terpenting. Maksudnya suasana hati dalam saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain sebagainya. Tiga unsur atau syarat dengan rencana lebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah atau terputus, maka sudah tidak ada lagi dengan rencana terlebih dahulu.
Terakhir, unsur Menghilangkan jiwa orang lain yaitu: a) Unsur ini diisyaratkan adanya orang mati. Dimana yang mati adalah orang lain dan bukan dirinya sendiri si pembuat tersebut. b) pengertian orang lain adalah semua orang yang tidak termasuk dirinya sendiri si pelaku.
Rumusan delik yang dipersyaratkan dalam Pasal 340 KUHP jika dihubungkan dengan Pasal yang ditersangkakan kepada Irjen Ferdy Sambo. Dengan melihat rentetan cerita yang berkembang hari ini nampaknya potensial dapat dikenakan melalui putusan pengadilan. Hal ini dapat dilihat pertama jelas ada yang mati yakni Brigadir Josua Hutabarat, kedua perbuatan dilakukan dengan rencana, di mana ada rentan waktu dari timbulnya perasaan untuk menghilangkan nyawa korban dan waktu untuk melaksanakan perbuatannya. Perbuatan yang direncanakan dilakukan dengan dalam keadaan tenang tanpa ada yang kekuatan lain yang dapat menghentikannya.
Selanjutnya jika kemudian perkara ini nantinya diadili di sidang pengadilan dan perkara yang di sangkakan yakni Pasal 340 KUHP nantinya terbukti, ada hal penting yang harus dilihat lagi yaitu berkaitan dengan ada tidaknya alasan yang meringankan dan memberatkan pemidanaannya.
Berhubungan dengan hal ini, maka penting kiranya bagi masyarakat umum dan juga khususnya penegak hukum perlu memperhatikan ketentuan alasan yang memberatkan dan meringankan dalam KUHP secara konsekuen dan profesionalitas.
Berikut hal – hal yang memberatkan perbuatan pidana, KUHPidana mengenal 3 macam alasan-alasan umum yang menambah beratnya pidana, yaitu :
- Kedudukan sebagai pejabat (ambtelijke hoedanigheid) (Pasal 52 KUHP)
- Recedive (perulangan) / pernah dijatuhi pidana
- Gabungan (samenloop).
Hal – hal yang meringankan perbuatan pidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) alasan-alasan yang meringankan pidana adalah:
- Percobaan (Pasal 53 ayat (2) dan (3))
- Membantu (medeplichtigheid) (Pasal 57 ayat (1) dan (2)
- Belum dewasa (minderjarigheid) (Pasal 47)
Dengan melihat konstruksi alasan-alasan yang memberatkan dan meringankan sebgaimana diatur dalam KUHP tersebut di atas, jika dihubungkan dengan perbuatan tersangka Ferdy Sambo, yang nanti jika diadili nampaknya tidak ada sama sekali ditemukan alasan yang dapat meringankan perbuatannya. Melainkan sebaliknya, kebanyakan ditemukan hanyalah alasan yang dapat memberatkan. Semisal FS adalah seorang pejabat tinggi Polri, yang oleh UU 2 Tahun 2002 Tentang kepolisian adalah pelindung, pengayom dan pelayan rakyat, juga adalah sebagai penegak hukum yang memiliki kewajiban melindungi serta menindak pelaku kejahatan bukan sebaliknya.
Berikutnya juga atas perbuatan menyusun skenario palsu yang membuat penegakan hukum kasus ini menjadi gelap, di mana perbuatan ini jika diperhatikan merupakan upaya obstruction of justice yang dilarang dalam Pasal 221 KUHP, adapun perbuatan ini juga berdampak dengan dugaan melakukan perbuatan Kolusi yang menyeret banyak anggota Polri yang melakukan pelanggaran atas ketidakprofesionalan saat olah TKP, bahkan juga menjadi bagian dari perilaku obstruction of justice yang haram hukumnya dilakukan sebab melanggar ketentuan Pasal 221 KUHP. Dan yang tidak kalah penting adalah seantero rakyat Indonesia dibohongi dengan informasi sebelumnya yang bernilai hoax. Bahkan perbuatan ini berdampak pada institusi Polri yang sekarang ini dicemari dan ekstrimnya menimbulkan kehilangan kepercayaan rakyat Indonesia secara keseluruhan terhadap Institusi Polri.
Adapun relevansinya dengan alasan memberatkan dan meringankan. Hemat penulis, melihat alasan yang memberatkan dan meringankan ini sangat krusial ditelisik guna penjatuhan pemidanaan pada saatnya. Sebab dalam konstruksi ancaman hukuman Pasal 340 KUHP adalah menggunakan rumusan alternatif bukan kumulatif. Dengan rumusan ancaman hukuman yang hanya dari tiga jenis hukuman saja yaitu dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Diantara tiga jenis hukuman di atas, maka hanya satu saja yang dapat jatuhkan oleh pengadilan karena merupakan ancaman alternatif bukan kumulatif. Namun untuk menentukannya, ini dipengaruhi oleh fakta pembuktian dan juga ada atau tidaknya alasan yang meringankan atau memberatkan. Ini yang perlu dikawal oleh seluruh rakyat Indonesia, agar nantinya pengadilan yang mengadili kasus ini dapat diakses oleh seluruh rakyat Indonesia serta aparat penegak hukum dalam hal ini hakim yang mengadili nantinya, dapat berjalan secara akuntabel, profesional dan merdeka dari segala macam tekanan ataupun intervensi.
Penulis: La Ode Nofal (Sekertaris Umum Pemerhati Hukum Indonesia)
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pembaca Tangerangupdate.com. Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.