Tangerangupdate.com | Sejumlah warga Kampung Setu, Kelurahan Setu, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan, mengeluhkan lambatnya penanganan laporan mereka terkait aksi penodongan dan pengancaman dengan senjata tajam yang terjadi pada 4 Maret 2025.
Meski telah melengkapi bukti berupa rekaman CCTV, polisi hanya menjerat pelaku dengan Pasal 335 KUHP, tanpa menggunakan pasal lain yang lebih berat seperti Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951.
Diketahui bahwa pada 4 Maret 2025, warga Gg. Adil, Kampung Setu, mengalami aksi premanisme di dua lokasi berbeda. Para pelaku yang membawa senjata tajam, seperti golok, pedang, dan celurit, diduga menodong serta mengancam warga.
Salah satu korban, yang enggan disebutkan namanya, mengungkapkan ketakutannya.
“Kami benar-benar takut. Mereka bukan hanya bawa senjata tajam, tapi juga mengacungkannya ke arah warga yang sedang berada di toko dan rumah,” ujarnya.
Saat warga melapor ke Polres Tangsel pada pukul 20.00 WIB, laporan mereka ditolak dengan alasan kurangnya alat bukti. Polisi meminta rekaman CCTV agar laporan dapat diterima.
Bukti CCTV Tidak Membantu, Laporan Tetap Terbatas
Setelah berusaha mencari bukti, warga akhirnya mendapatkan rekaman CCTV dari sebuah toko ritel yang menjadi lokasi kejadian pertama (TKP 1).
Pada 5 Maret 2025 pukul 02.00 WIB, kembali ke Polres Tangsel dengan bukti tersebut.
Kali ini, laporan mereka diterima, tetapi hanya mencakup kejadian di TKP 1 dan tetap menggunakan Pasal 335 KUHP.
Perwakilan LBH Ansor Tangsel, Denis Ahmad K.A., menyebut ada kejanggalan dalam proses hukum yang dilakukan Polres Tangsel.
“Dalam laporan yang akhirnya diterima, polisi hanya menggunakan Pasal 335 KUHP. Padahal, dari rekaman CCTV dan keterangan saksi, jelas terlihat bahwa pelaku membawa dan menghunuskan senjata tajam. Seharusnya, mereka bisa dijerat dengan UU Darurat No. 12 Tahun 1951,” tegas Denis.
Tak puas dengan respons kepolisian, warga kembali melapor pada 7 Maret 2025 dengan didampingi LBH Ansor Tangsel. Namun, laporan terkait kejadian di TKP 2 juga hanya diproses dengan Pasal 335 KUHP.
Denis menambahkan bahwa kasus ini menimbulkan dugaan tebang pilih dalam penanganan hukum, jika membandingkan dengan kasus lain yang ditangani cepat oleh Polres Tangsel, seperti dugaan pembubaran ibadah Rosario pada 5 Mei 2024 dan aksi penodongan di depan siswa TK di Permata Pamulang pada 14 Februari 2025.
“Dalam kasus penodongan di TK Permata Pamulang, pelaku langsung ditangkap sehari setelah videonya viral. Tapi dalam kasus ini, meskipun ada rekaman CCTV dan saksi, proses hukum terasa lambat. Pelaku masih bebas berkeliaran, dan ini membahayakan warga,” tambahnya.
Warga Kp. Setu berharap kepolisian bertindak tegas dan adil dalam menangani laporan mereka. Mereka khawatir jika kasus ini terus berlarut-larut, pelaku bisa menghilangkan barang bukti atau bahkan melakukan aksi serupa terhadap korban lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, Polres Tangsel belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan tebang pilih dalam penanganan kasus ini. Ketika dihubungi melalui humas tidak menjawab.