Tangerangupdate.com – Banjir melanda sejumlah wilayah di Kota Tangerang Selatan pada Minggu (10/8/2025) pagi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tangsel menduga, selain akibat hujan lokal, genangan ini juga diperparah oleh kiriman air dari Kabupaten Bogor yang pada waktu hampir bersamaan dilanda banjir besar di berbagai titik.
Berdasarkan laporan BPBD Tangsel, banjir mulai terpantau sejak pukul 06.45 WIB di Perumahan Villa Pamulang RT 03, RT 04, RT 05, dan RT 08 RW 17, Kelurahan Pondok Benda, Kecamatan Pamulang, dengan tinggi muka air (TMA) 10–35 sentimeter. Genangan di lokasi ini berdampak pada 160 kepala keluarga (KK).
Dua titik lain yang terendam adalah Jalan Lembah 1 RT 04 RW 06 Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Timur, dan Kampung Jati RT 003/05 Kelurahan Buaran, Kecamatan Serpong, dengan TMA ±25 sentimeter. Masing-masing lokasi merendam rumah antara 10 hingga 12 KK.
Selain itu terjadi di Bumi Serpong Residence namun menurut informasi air berangsur surut, menjelang siang. Debit air sempat besar ketika pagi.
Menurut Dian Wiryawan, Penata Layanan Operasional Danton Pemadam dan Penanggulangan Bencana BPBD Tangsel, aliran air yang membanjiri wilayah tersebut sebagian besar berasal dari luapan Kali Angke dan Kali Pesanggrahan.
Kedua sungai ini memiliki hulu di Kabupaten Bogor, yang pada Minggu dini hari mengalami peningkatan debit akibat hujan deras dengan intensitas tinggi.
“Air kiriman dari Bogor ikut memperbesar debit sungai di Tangsel. Setelah hujan deras mengguyur wilayah hulu, sekitar dua hingga tiga jam kemudian aliran masuk dan meluap di beberapa titik bantaran sungai di sini,” ujar Dian Wiryawan.
Bogor Terendam, Air Mengalir ke Tangsel
Di Kabupaten Bogor mengutip Antara, BPBD setempat mencatat 14 titik banjir, 5 titik longsor, serta 5 kejadian angin kencang dan pohon tumbang pada Sabtu malam hingga Minggu pagi.
Hujan deras di wilayah hulu Kali Angke, Kali Pesanggrahan, dan beberapa anak sungai memicu luapan besar yang merendam permukiman di tiga kecamatan utama: Kemang, Bojonggede, dan Rancabungur.
Kecamatan Kemang menjadi salah satu wilayah terparah. Di Desa Tegal, luapan Kali Cibeteung merendam ratusan rumah dengan ketinggian air mencapai 1–2 meter, memaksa ±500 jiwa mengungsi. Jalan utama Kemang–Parung lumpuh karena tergenang hingga setinggi pinggang orang dewasa.
Di Desa Bojonggede, luapan Kali Cibeureum dan Kali Pesanggrahan merendam 146 rumah (±572 jiwa) dengan ketinggian air mencapai 110 sentimeter. Warga yang rumahnya terendam dievakuasi ke posko darurat menggunakan perahu karet.
Rancabungur mengalami kombinasi banjir dan longsor. Di Kampung Pasir Gaok, sembilan KK terdampak dengan empat rumah rusak sedang dan satu rumah rusak akibat longsor.
Sebanyak 38 jiwa diungsikan ke Majlis Nurul Hidayah. Sementara di Kampung Cimulang Ujung, luapan Kali Pasir Gaok merendam 18 rumah dan memaksa dua KK mengungsi ke rumah kerabat.
BPBD Tangsel mengimbau warga yang tinggal di bantaran Kali Angke, Kali Pesanggrahan, dan Kali Serua untuk siaga menghadapi potensi banjir susulan.
Menurut pengamat tata kota dari Institut Teknologi Indonesia (ITI), Medtry, banjir di hulu dan hilir ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan infrastruktur kota.
“Memang untuk pulau Jawa atau beberapa wilayah sekarang ini kan itu yang seharusnya daerah resapan banyak berubah fungsi jadi perumahan atau daerah terbangun,” jelasnya kepada Tangerangupdate.com, Kamis 10 Juli 2025.
Ia menyoroti bahwa pembangunan pesat di Tangsel tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas drainase yang memadai.
Menurutnya, banyak saluran air dangkal, sempit, bahkan tersumbat sampah, sehingga tidak mampu menampung volume air saat hujan deras.
Lebih lanjut, Medtry menyatakan bahwa banyak masyarakat dan pengembang melanggar aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Kita lihat sekarang kavling kecil yang terbangun, akibatnya hujan yang tadinya meresap sehingga hujan besar saja jadi banjir,” katanya.
Kondisi ini diperparah oleh minimnya daya tampung seperti waduk dan kolam retensi yang belum cukup untuk menampung curah hujan tinggi. Pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan sampah juga membuat daya tampung aliran air makin berkurang.
Sebagai solusi, Medtry menyarankan agar pemerintah melakukan pendataan ulang terhadap wilayah rawan banjir, menegakkan aturan tata ruang secara tegas, serta melakukan relokasi untuk kawasan yang tak layak huni akibat banjir berulang.
“Untuk daerah yang mungkin rawan, itu mestinya harus direlokasi. Kalau memang banjir terus, dia berada di daerah rawan banjir seperti itu solusinya, dibuat daerah resapan air. Atau dia dibuat rumah panggung kalau mau,” ujarnya.
Sementara itu, dikutip dari laman resmi, BMKG memperkirakan curah hujan di wilayah Jabodetabek masih tinggi dalam beberapa hari ke depan. Kondisi ini berpotensi mempertahankan bahkan meningkatkan debit sungai di wilayah hilir.
Editor: Jupry Nugroho
Reporter: Juno