• Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Redaksi
Jumat, 23 Mei 2025
  • Login
Tangerang Update
No Result
View All Result
  • Home
  • Tangerang Raya
    • Kota Tangsel
    • Kota Tangerang
    • Kab Tangerang
  • Banten
  • Nasional
    • Ekonomi
    • Politik
    • Hukum
  • Metropolitan
  • Olahraga
  • Ragam
  • Daerah
  • Opini
  • Home
  • Tangerang Raya
    • Kota Tangsel
    • Kota Tangerang
    • Kab Tangerang
  • Banten
  • Nasional
    • Ekonomi
    • Politik
    • Hukum
  • Metropolitan
  • Olahraga
  • Ragam
  • Daerah
  • Opini
Tangerang Update
No Result
View All Result
  • Tangerang Raya
  • Ragam
  • Metropolitan
  • Nasional
  • Opini
  • Banten
  • Hukum
  • Politik
Home Opini

Saat Diklatsar Tak Lagi Jadi Jalan Menuju Pecinta Alam

by Redaksi TU
16/04/2025
in Opini
Reading Time: 3 mins read
0 0
A A
Jupri Nugroho | Dok. Pribadi

Jupri Nugroho | Dok. Pribadi

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsappShare on Telegram

Tangerangupdate.com | Dalam dunia pecinta alam, Diklatsar singkatan dari Pendidikan dan Latihan Dasar selama puluhan tahun menjadi pintu masuk bagi siapa pun yang ingin bergabung secara resmi dalam sebuah organisasi. Di sanalah para calon anggota digembleng, tidak hanya secara fisik dan teknis, tetapi juga secara mental dan nilai-nilai dasar kepencintaalaman. Namun, di tengah cepatnya transformasi sosial dan budaya digital, muncul pertanyaan yang cukup krusial: apakah Diklatsar masih relevan?

Kritik terhadap relevansi Diklatsar bukan sekadar keluhan generasi muda yang tidak tahan proses berat. Ada sejumlah dinamika sosial yang ikut memengaruhi. Akses terhadap pengetahuan kini sangat terbuka. Materi-materi yang dulu hanya bisa diperoleh dalam pelatihan kini tersedia luas di internet. Siapa pun bisa mempelajari teknik navigasi, survival, hingga pertolongan pertama hanya dengan membuka video tutorial atau membaca artikel daring.

Perubahan cara belajar ini diikuti oleh pergeseran orientasi dalam aktivitas luar ruang. Pendakian, misalnya, tidak lagi sekadar arena kontemplatif atau ruang pembentukan karakter. Bagi sebagian kalangan, ia kini lebih dekat pada gaya hidup, ekspresi diri, atau bahkan ladang konten digital. Dalam lanskap semacam ini, Diklatsar sering dianggap terlalu berat, terlalu lama, dan kurang adaptif terhadap kebutuhan zaman.

Masalah inklusivitas juga menjadi sorotan. Dalam beberapa kasus, sistem Diklatsar dianggap menutup pintu bagi mereka yang memiliki keterbatasan tertentu—baik secara fisik, ekonomi, atau waktu. Apalagi dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya ruang yang terbuka dan ramah bagi semua kalangan, model pelatihan yang kaku dan selektif mulai dipertanyakan.

Berita Terkait

Ahmad Priatna, Mahasiswa Universitas Pamulang (Foto: Dok. Pribadi)

Melampaui Kebaya dan Seremonial, Menghidupkan Gagasan dalam ‘Panggil Aku Kartini Saja’

21/04/2025
Foto Ilustrasi/X: @GUSDURians

UU TNI Baru: Ancaman Dwifungsi dan Kebangkitan Orde Baru

20/03/2025

Tak sedikit organisasi yang menghadapi dilema regenerasi akibat hal ini. Ketika jumlah calon anggota menurun karena tidak tertarik mengikuti proses yang panjang dan menuntut, muncul dorongan untuk menyesuaikan atau bahkan menghapus sistem Diklatsar.

Namun, di tengah semua kritik tersebut, justru tampak bahwa Diklatsar masih memiliki peran yang sangat vital—bukan sebagai alat seleksi semata, melainkan sebagai ruang pendidikan karakter. Di tengah budaya instan yang mengedepankan hasil tanpa proses, Diklatsar mengajarkan ketekunan, tanggung jawab, dan solidaritas. Nilai-nilai inilah yang sulit diperoleh hanya lewat bacaan atau video daring.

Dalam Diklatsar, peserta tidak hanya belajar apa yang harus dilakukan saat menghadapi situasi darurat, tetapi juga mengapa tindakan itu penting, dan bagaimana melakukannya bersama orang lain dalam ikatan saling percaya. Di sana, seseorang belajar tidak hanya menjadi pendaki yang andal, tetapi juga anggota tim yang peduli dan bertanggung jawab.

Dalam beberapa sumber menunjukkan bahwa pendidikan karakter berbasis alam terbuka terbukti mampu meningkatkan kepemimpinan, empati, serta kesadaran ekologis peserta. Ini menunjukkan bahwa Diklatsar bukan hanya relevan, tetapi mendesak untuk tetap dipertahankan—dengan catatan bahwa bentuk dan pendekatannya bisa diperbarui sesuai konteks zaman.

Perubahan memang diperlukan. Diklatsar tidak boleh menjadi simbol kekuasaan senioritas, apalagi ruang normalisasi kekerasan. Ia perlu didekonstruksi dan dirancang ulang agar menjadi pengalaman yang transformatif, bukan traumatis. Inklusivitas harus menjadi bagian dari desain pelatihan, tanpa menghilangkan semangat pembelajaran yang serius dan bermakna.

Dengan demikian, mempertahankan Diklatsar bukanlah soal romantisme masa lalu, tetapi pilihan sadar untuk tidak kehilangan makna dalam proses menjadi bagian dari alam. Di tengah dunia yang serba instan, Diklatsar hadir sebagai pengingat bahwa mencintai alam tidak cukup hanya dengan niat, tetapi juga butuh proses, kedewasaan, dan tanggung jawab.

Oleh : Jupri Nugroho (Tulisan ini didedikasikan Dalam Rangka Milad Agripala SMKN 2 Tangerang)

Disclaimer: Artikel ini merupakan produk meja redaksi Tangerangupdate.com. Semua isi tulisan dan konten di dalamnya merupakan sebuah opini dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada siapapun.

Tags: MapalaOpiniSispala
ShareTweetSendShare

Dapatkan informasi terbaru dari kami

Unsubscribe
Previous Post

Menjaga Asa dari Sudut Kota : Kiprah TPS 3R Vila Pamulang Mas 2 yang Konsisten 15 Tahun

Next Post

Acara ‘Manja Oma & Opa’ Sukses Digelar, Hadirkan Keceriaan Bagi Lansia di Tangsel

Next Post
Acara 'Manja Oma & Opa' (Dok. Istimewa)

Acara 'Manja Oma & Opa' Sukses Digelar, Hadirkan Keceriaan Bagi Lansia di Tangsel

Kepala DLH Tangsel Wahyunoto Lukman (kanan) dan Kabid Kebersihan DLH Tangsel, TAKP (kiri) resmi ditahan Kejati atas dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah tahun 2024. (Dok Istimewa)

Terlibat Dugaan Korupsi, Kadis dan Kabid Kebersihan DLH Tangsel Kompak Pakai Baju Tahanan Kejati

Ekonom dan Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang, Andri Priadi | Dok. Pribadi

Perang Dagang AS-China Meningkat, Begini Kata Pengamat Dampaknya

Trending

  • Gedung Universitas Pamulang di Viktor, Tangerang Selatan (Tangsel) | (Dok Tangerangupdate.com)

    Seminar Daring Mahfud MD di Unpam Diduga Disusupi OTK, Gambar Vulgar Muncul

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perebutan Lahan Parkir RSU, Pemuda Pancasila dan Perwakilan PT BCI Bentrok di Pamulang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Politisi PSI Ade Armando Sebut Gibran Rakabuming Raka, Wapres Terbaik Sepanjang Sejarah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aqibul Muttaqin Nahkodai HMI Komisariat Ki Hajar Dewantara Cabang Pekalongan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Pondok Aren Menolak Pembangunan Fly Over Bintaro, Soroti Dampak Sosial dan Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Tangerang Update

© 2020 PT. Indo Sakti Media

Navigasi

  • Pedoman Media Siber
  • Tentang Kami
  • Redaksi

Ikuti Kami

Welcome Back!

Sign In with Facebook
Sign In with Google
Sign In with Linked In
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

  • Login
No Result
View All Result
  • Home
  • Tangerang Raya
    • Kota Tangsel
    • Kota Tangerang
    • Kab Tangerang
  • Banten
  • Nasional
    • Ekonomi
    • Politik
    • Hukum
  • Metropolitan
  • Olahraga
  • Ragam
  • Daerah
  • Opini

© 2020 PT. Indo Sakti Media