Tangerangupdate.com (25/02/2022) | Opini —
Perkembangan dinamika pro kontra yang ditimbulkan akibat pernyataan Menteri Agama setidaknya dalam pandangan penulis, ada beberapa hal yang dapat dilihat dan ditelaah, tentu dengan ukuran objektivitas sehingga dapat melahirkan pikiran-pikiran yang berpangkal pada akal sehat.
Eksistensi Prodak Hukum Surat Edaran
Secara hukum, prodak hukum semacam surat edaran disebut sebagai prodak hukum beleid yang tidak termasuk bagian dari salah satu jenis peraturan perundang-undangan seperti diakomodir dalam Pasal 7 Junto Pasal 8 Undang – Undang Nomor 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang – Undangan. Melihat status kekuatan hukum surat edaran yang bukan jenis peraturan perundang-undangan maka sebagai konsekuesi logis sifatnya tidaklah mengikat, dan jika dihubungkan dengan surat edaran dari Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022 Tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Di Masjid Dan Mushola. Tentu dapat dimaknai tidak ada kewajiban hukum bagi masyarakat untuk mengikuti ataupun melaksanakaanya. Sehingga tidak boleh ada intimitadif kehendak dikemudian hari jika hanya berdasar pada prodak hukum beleid/surat edaran.
Kemungkinan Delik, Ucapan Menteri Agama.
Jika didudukan secara objektifitas, ucapan Menteri Agama yang menganalogikan suara Anjing dengan suara azan sangat berkemungkinan sudah memenuhi Unsur Ujaran Kebencian (hate speech) yang diatur didalam pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Tetapi tentu, berdasarkan prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence) semua ini haruslah diuji dan hanya pengadilanlah yang dapat memutuskan ada tidaknya delik. Tetapi secara secara kasat mata dengan melihat ungkapan tersebut, potentially dapat dijerat secara hukum.
Olehnya itu beberapa pihak yang telah melaporkan persoalan ini seperti Roy Suryo dan tokoh-tokoh lainnya beberapa hari yang lalu, sangatlah Gentle dan perlu diapresiasi kendati laporannya tidak diterima akibat secara tempat peristiwa delik (locus) tidak terpenuhi, sebab peristiwa ucapan dari Menag terjadi di wiilayah yuridiksi Riau. Begitu juga, baru saja pemuda yang tergabung dalam pengurus KNPI Riau telah melaporkan permasalahan ini. Tentu sudah sesuai locus. Dan kita berharap agar proses hukum dapat ditegakkan secara professional dan konsekuen.
Bukan Volume Suara Yang Dilihat, Tetapi Analogi Suara Azan Dengan Suara Anjing.
Melihat respon publik yang beragam dari berbagai kalangan akibat ucapan Menag, harus dilihat dengan kacamata akal sehat. Sebab, kalau dilihat ada beberapa kalangan yang memfokuskan pembicaraan publik hanya pada suara azannya dengan berbagai status ataupun meme di media sosial. Padahal kalau hanya sekedar ucapan Menag perihal mengatur suara azan. Walaupun tidak dapat diterima oleh semua kalangan tapi pastinya resistensi yang ditimbulkan tentu tidaklah begitu signifikan. Namun, semestinya yang perlu lebih dilihat yakni ucapan menganalogikan suara azan dan suara anjing. Disinilah letak permasalahan subtansialnya. Ini adalah bagian mendasar yang membuat keributan dan kegaduhan yang tidak bisa diterima nurani serta akal sehat.
Sangat miris melihat beberapa kalangan yang terus mengadvokasi bahkan cenderung membela Menteri Agama KH Yaqut Cholil. Ada yang mengatakan harus membaca informasi secara utuh agar tidak termakan hoax. Padahal ungkapan Menteri Agama KH Yaqut Cholil sudah sangat jelas menganalogikan suara azan dan suara anjing. Sangatlah disayangkan dengan semua pembelaan-pembelaan ini, seakan sebagai bentuk pembelaan yang berangkat bukan pada akal sehat melainkan akibat over fanatik buta.
Ada Perbedaan Memaknai Azan Setiap Daerah
Secara aspek sosiologis dari berbagai daerah di Indonesia dalam memaknai suara azan terdapat perbedaan tetapi sejauh republik ini berdiri, tidak pernah ada yang mempersoalkan suara azan. Kalaupun ada Tidak pernah ada disintegrasi bangsa akibat suara azan. Begitupun sifatnya hanya diwilayah-wilayah tertentu/kasuistik sifatnya sehingga tidak boleh digeneralisasi. Seperti misalnya dalam komentar ketua Umum PKB cak Imin yang mengatakan soal toa itu kearifan lokal masing-masing, pemerintah tidak usah mengaturnya (CNN Indonesia 25/2/2022).
Maka sebenarnya masih banyak masalah bangsa yang semestinya dikerjakan ketimbang masalah suara azan/toa. Sehingga Ini nampaknya agak berlebihan jika ingin masuk mengurus masalah toa azan, terkesan seperti tidak ada kerjaan kebangsaan lainnya yang harus dikerjakan. Apalagi sampai diasosiasikan dengan suara Binatang/Anjing.
Menteri Agama KH Yaqut Cholil Harus Dievaluasi Presiden
Dari treck record Menteri Agama KH Yaqut Cholil sebelumnya banyak sekali ucapan-ucapan yang dikeluar dari mulut menteri agama yang sangat kontrovesial dan hari ini keluar lagi ucapan langsung dari mulut Menag yang menganalogikan suara azan dengan gonggongan suara Anjing. Ungkapan ini tentu tidak senonoh yang semestinya tidak diucapkan oleh seorang pejabat publik apalagi banyak kegaduhan yang timbul akibatnya. Sehingga peristiwa ini haruslah disikapi oleh Istana terutama Presiden, agar seyogianya Menteri Agama KH Yaqut Cholil untuk segera dievaluasi demi menetralisir kepentingan bangsa dan negara.