Oleh: Irhas Abdul Hadi
Ketua Umum HMI Cabang Ciputat
*Pembangunan Manusia sebagai Jalan Strategis*
Setiap bangsa besar berdiri di atas fondasi yang kokoh: manusianya. Dalam sejarah panjang peradaban, bukan sumber daya alam atau kekayaan wilayah yang menjamin kemajuan, melainkan kemampuan suatu bangsa membentuk manusia-manusia unggul, kritis, dan berdaya saing.
Indonesia telah menapaki tujuh dekade kemerdekaannya dengan berbagai capaian, namun dalam banyak aspek, pembangunan manusia masih menjadi pekerjaan rumah paling mendasar. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2024 baru mencapai 74,39, masih berada di level sedang, dengan disparitas antarwilayah yang lebar. Ini menunjukkan bahwa investasi pada manusia belum menjadi prioritas utama.
Lebih dari 11 juta penduduk masih menganggur, sebagian besar di antaranya adalah generasi muda usia produktif. Bahkan, lulusan perguruan tinggi pun banyak yang tidak terserap pasar kerja. Jika ini dibiarkan, bonus demografi yang kita miliki hari ini justru dapat berubah menjadi bencana sosial dalam dua dekade ke depan.
Pembangunan SDM tidak cukup berhenti pada peningkatan angka partisipasi sekolah atau pelatihan kerja semata. Ia harus menjangkau yang lebih dalam: menanamkan nilai, memperkuat karakter, dan menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab sosial sebagai warga negara dan warga dunia.
*Transformasi Digital dan Ketimpangan Struktural*
Dalam satu dekade terakhir, dunia mengalami percepatan transformasi digital yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kecerdasan buatan (AI), big data, dan internet of things telah mengubah wajah hampir semua sektor: industri, pertanian, layanan publik, bahkan pendidikan.
Namun, di balik gegap gempita revolusi digital, kita melihat jurang baru terbentuk. Ketimpangan akses teknologi menjadi wajah baru dari ketidakadilan struktural. Hanya sekitar 30% tenaga kerja Indonesia yang memiliki keterampilan digital dasar. Di luar Pulau Jawa, masih banyak sekolah tanpa akses internet memadai.
Apabila negara dan masyarakat sipil gagal menjembatani ketimpangan ini, digitalisasi justru akan melanggengkan eksklusi. Teknologi akan dikuasai segelintir elit terdidik, sementara jutaan anak muda lainnya tertinggal bukan karena mereka bodoh, tetapi karena mereka tidak diberi alat untuk bersaing.
Pembangunan SDM era kini tidak bisa dilepaskan dari keadilan digital. Kita tidak sedang membangun sekadar tenaga kerja murah, tapi manusia yang mampu berpikir, mencipta, dan berinovasi. Inilah tugas zaman yang tidak boleh dihindari.
*Menemukan Arah, Merawat Harapan*
Sejarah bangsa tidak dibangun oleh teknologi atau kebijakan semata. Ia dibentuk oleh manusia-manusia yang memiliki harapan, nilai, dan tujuan bersama. Indonesia tidak kekurangan sumber daya, tetapi kita sering kekurangan orientasi dalam mendidik manusia yang utuh, manusia yang berani berpikir, rela berjuang, dan setia pada cita-cita keadilan sosial.
Kita harus mulai bertanya secara jujur:
Apakah sistem pendidikan kita telah berhasil membentuk generasi muda yang peduli pada bangsanya?
Apakah pembangunan manusia hari ini hanya tentang angka statistik, atau tentang upaya menanamkan keberanian untuk bertanya dan integritas untuk menjawab tantangan zaman?
*Peran HMI dalam Membangun SDM Bangsa*
Sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua dan terbesar di Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tidak lahir hanya untuk menjadi penonton sejarah. Sejak didirikan tahun 1947, HMI telah hadir sebagai lokomotif perubahan, rumah tumbuhnya pemimpin-pemimpin nasional, dan ruang belajar bagi manusia merdeka yang berpikir.
Tantangan hari ini berbeda, tapi spiritnya tetap sama: membentuk manusia Islam yang bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah.
Di tengah disrupsi global dan kerapuhan sosial, HMI harus kembali menjadi kawah candradimuka pembentukan SDM unggul. Bukan sekadar mencetak politisi atau akademisi, tapi melahirkan manusia-manusia sadar zaman yang peka pada realitas rakyat, mengakar pada nilai, dan berani menempuh jalan panjang perjuangan.
HMI tidak cukup hadir sebagai “organisasi kader” dalam definisi administratif. Ia harus menjadi pabrik nilai dan pemikiran, tempat bertemunya idealisme dan kepekaan sosial. Pelatihan, diskusi, bahkan mimbar-mimbar kecil di sekretariat harus kembali menjadi tempat mengasah pikiran, mempertajam kepekaan, dan menyalakan semangat.
Dalam semangat tema besar “Ciputat Outlook 2025: Merumuskan Jalan Indonesia Adil-Makmur di Abad Ketiga Milenium,” kami di HMI Cabang Ciputat meyakini bahwa jawaban bagi masa depan Indonesia terletak pada kualitas manusianya.
Dan untuk itu, kita tidak boleh lelah belajar, tidak boleh takut bertanya, dan tidak boleh berhenti merawat harapan. Sebab di dalam diri satu manusia yang tercerahkan, bisa lahir seribu perubahan.
Kita mungkin tidak bisa memperbaiki segalanya dalam satu generasi. Tapi kita bisa memulai, dengan satu hal paling sederhana: menjadikan pembangunan manusia sebagai panggilan nurani, bukan sekadar program birokrasi. Di ruang-ruang kecil kampus, di desa-desa yang sunyi, di organisasi yang tak pernah masuk berita kita bisa membangun Indonesia dari manusianya.
Dan di tengah semua itu, HMI harus berdiri paling depan.
Disclaimer: artikel ini adalah kiriman dari pembaca Tangerangupdate.com. Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.