Tangerangupdate.com – Mahkamah Konstitusi dalam putusannya terhadap gugatan Pasal 169 huruf q Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai Batas Minimal usia Capres dan/atau Cawapres yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi, memicu konfrontasi masif dari semua elemen yang mencermatinya, putusan Mahkamah, dinilai menabrak konstitusi dan sarat akan muatan politis.
Mahkamah Konstitusi yang pandang sebagai institusi pengawal konstitusi (the guardient of the constitution), kini dipandang telah keluar dari spirit luhur tugasnya sebagai pengawal konstitusi. Melalui putusannya Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang mengabulkan sebagian permohonan judicial review Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. “di mana bagi pihak yang ingin menjadi capres dan/atau Cawapres, kendati belum berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun masih memiliki kesempatan asalkan pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Putusan ini, menuai kontroversi yang tajam dari berbagai pihak. Mahkamah Konstitusi dianggap telah keluar jalur ketika mengadili perkara konstitusional. Memang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 jo Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d UU 24/2003, salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah menguji undang-undang terhadap UUD 1945 yang disebut judicial review. Namun ada batasan-batasan konstitusional yang harus ditaati oleh Mahkamah Konstitusi, yakni Mahkamah Konstitusi harus paham pada kedudukannya dalam sistem hukum nasional, bahwa Mahkamah Konstitusi itu adalah negative legislator bukan sebagai positive legislator.
Kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagai negative legislator ditandai dengan sikap Mahkamah Konstitusi terhadap pengujian sebuah Undang-Undang adalah dengan membatalkan norma bukan bertindak sebaliknya membentuk norma baru. Kewenangan membentuk norma baru adalah absolut kewenangan institusi pembentuk Undang – Undang (positive legislator) yakni DPR RI.
Putusan Mahkamah Konstitusi dengan memberikan ruang bagi Capres dan/atau Cawapres yang belum berusia 40 Tahun asalkan pernah atau sedang menjadi kepala daerah bisa andil dalam Pilpres, adalah putusan yang ugal-ugalan. Why? Ini disebabkan Mahkamah Konstitusi sudah bertindak di luar batas kewenangan yang dimilikinya. Mahkamah bukanlah institusi positive legislator atau pembentuk norma. Ini putusan yang betul-betul diluar jalur.
Sebaliknya dengan putusan ini, wajar saja jika dikaitkan dengan asumsi publik yang berkembang bahwa Mahkamah Konstitusi terlalu politis dalam mengadili sebuah prodak perundang-undangan. Putusan yang oleh sebagain dipandang sebagai penyelundupan hukum yang dipaksakan.
Oleh: La Ode Nofal (Pemerhati Hukum dan Politik Nasional)
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pembaca Tangerangupdate.com. Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.