Tangerangupdate.com – Warga Kampung Nambo, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) menyuarakan keluhan mereka terkait dampak lingkungan dari Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cipeucang.
Selain dampak bau menyengat yang sudah dirasakan bertahun-tahun, seorang warga lansia bernama Uwin mengaku tidak mendapat uang kompensasi yang seharusnya dibagikan kepada warga terdampak.
Pengakuan Uwin ini menambah deretan panjang permasalahan lingkungan dan sosial yang menyelimuti TPA Cipeucang.
Uwin, yang sudah puluhan tahun tinggal di dekat area TPA, mengungkapkan kebingungannya mengenai dana kompensasi yang lazim disebut ‘uang bau’ tersebut.
Ia mendengar bahwa sejumlah tetangganya telah menerima uang kompensasi sebesar Rp250.000, namun ia sendiri tidak mendapatkannya.
”Emak mah enggak dapat duit bau. Kemarin katanya dapat Rp250, tapi emak mah enggak,” ujar Uwin dengan nada kecewa.
Menurut penuturannya, saat menanyakan hal tersebut, ia mendapat jawaban bahwa rekeningnya mengalami masalah. “Katanya rekeningnya ada masalah. Ada masalah gimana, udah berpuluh-puluh tahun emak ada di sini. Orang-orang pada dapat, emak mah belum,” tegasnya.
Lebih lanjut, Uwin membeberkan dampak buruk lingkungan yang terus memburuk seiring waktu. Bau sampah yang menyengat dan lalat yang beterbangan sudah menjadi santapan sehari-hari.
”Dari dulu juga bau, lalat, makin bau, engap (sesak),” keluhnya.
Selain itu, keberadaan TPA juga merusak kualitas air sumur di lingkungannya. Warga kini harus membeli air bersih untuk kebutuhan masak dan minum.
”Air juga jadi jelek. Buat minum, masak beli, paling buat nyuci doang. Enggak dapat (bantuan). Beli air, seminggu sekali buat masak minum, seminggu dua galon. Satu galonnya 8 ribu. Dulu air mah bening banget, sekarang enggak,” jelas Uwin.
Uwin juga mengenang janji yang pernah diucapkan oleh Wali Kota Tangsel periode 2011 – 2021, Airin Rachmi Diany, terkait rencana penataan TPA Cipeucang.
Namun, alih-alih menjadi taman, TPA Cipeucang terus beroperasi dan menimbulkan masalah lingkungan yang semakin parah bagi warga sekitar, sementara janji kompensasi pun belum terwujud sepenuhnya.
”Katanya dulu buat diolah. Buat jalan santai katanya, buat bikin kolam renang, buat permainan anak-anak. Kata bu Airin, di sini nih buat jalan santai sampai sana. Buat bikin taman bebek-bebekan katanya gitu,” ungkap Uwin, merujuk pada wacana pengubahan lanskap calon tempat penampungan sampah baru menjadi taman kota.

