Tangerangupdate.com – Dua pejabat di Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimta) Kota Tangerang Selatan mencatatkan lonjakan harta kekayaan dalam tiga tahun terakhir.
Kepala Dinas Aries Kurniawan dan Sekretaris Dinas Hendri Sumawijaya sama-sama mengalami peningkatan nilai kekayaan yang signifikan berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam laporan tahun pelaporan 2024, Aries Kurniawan mencatatkan total kekayaan sebesar Rp3,52 miliar, naik sekitar Rp157 juta dibanding tahun sebelumnya.
Kenaikan ini salah satunya berasal dari pembelian satu unit Mitsubishi Pajero Sport Dakar 2024 senilai Rp650,7 juta.
Nilai aset kendaraan Aries langsung melonjak dari Rp184 juta menjadi Rp662 juta. Namun, aset likuid seperti kas dan setara kas justru menurun dari Rp256 juta menjadi Rp197 juta.
Begitu pula harta bergerak lainnya, turun drastis dari Rp403 juta menjadi hanya Rp95 juta. Meskipun laporan tersebut sah secara administratif, sejumlah elemen dalam LHKPN mereka menuai sorotan dari kelompok masyarakat.
Salah satunya dari RIGHTS (Research, Public Policy & Human Rights, terutama terkait pembelian aset mewah dan pelunasan utang besar yang tidak disertai penjelasan sumber dananya.
“Sebagai pejabat seharusnya ada penjelasan apakah pembelian kendaraan mewah itu berasal dari penjualan aset, pinjaman, atau sumber dana lain,” kata Septian Haditama Peneliti Rights, Rabu (12/6/2025).
Septian menambahkan bahwa properti milik Aries juga tidak mengalami perubahan dalam dua tahun terakhir. Nilai tanah dan bangunan tetap tercatat Rp3,12 miliar. Tidak ada pembelian aset baru maupun penjualan.
Sementara itu, lonjakan kekayaan lebih besar terjadi pada Sekretaris Dinas, Hendri Sumawijaya. Dalam tiga tahun terakhir, total kekayaannya naik dari Rp2,38 miliar pada 2021 menjadi Rp3,84 miliar di 2024 peningkatan sebesar Rp1,46 miliar atau 61,4 persen.
Namun yang menjadi sorotan adalah utang pribadi Hendri sebesar Rp812 juta yang sebelumnya tercatat dalam LHKPN 2023, tiba-tiba tidak lagi muncul dalam laporan 2024.
“Kita patut mempertanyakan, bagaimana utang sebesar itu bisa lunas dalam waktu singkat, tanpa ada catatan arus kas yang mendukung,” ungkap Septian.
Ia menambahkan, nilai kas Hendri justru turun dari Rp81 juta menjadi Rp22 juta. Tidak ada penambahan kendaraan atau harta bergerak lain, sementara aset properti tetap di angka Rp3,54 miliar sejak 2021.
“Pelunasan utang sebesar itu seharusnya meninggalkan jejak finansial. Entah itu dari penjualan aset, hibah, atau pinjaman lunas. Tapi dalam laporan, semuanya nihil. Ini membuat publik wajar curiga,” ujarnya.
Menurut Septian, kedua pejabat telah melaporkan harta kekayaannya secara formal ke KPK. Namun, secara substansi, laporan tersebut tidak mencerminkan transparansi yang utuh.
“Memenuhi kewajiban pelaporan bukan berarti menghilangkan kewajiban untuk terbuka dan akuntabel, apalagi jika ada pembelian mobil ratusan juta atau pelunasan utang besar, tapi tanpa penjelasan.” jelas Septian.
Septian juga menilai bahwa lonjakan kekayaan pejabat negara harus disertai dengan keterangan yang masuk akal dan dapat diverifikasi.
“LHKPN tidak cukup berhenti pada angka. Harus mencerminkan integritas, bukan sekadar formalitas,”Wajar jika publik bertanya, dari mana asal dana pembelian mobil ratusan juta? Bagaimana utang sebesar Rp800 juta bisa lunas tanpa jejak keuangan?” ucap Septian.
Sebagai aparatur sipil negara, pejabat publik memiliki batas kewajaran dalam pengelolaan kekayaan.
Ketika laporan kekayaan menunjukkan pola yang tidak sejalan dengan profil pendapatan dan jabatan, masyarakat berhak mempertanyakan.
Diakhir Ia menegaskan bahwa transparansi tidak cukup dengan laporan tahunan. Namun harus jelas dan terbuka sebagai konsekuensi atas jabatan publik dan amanat yang diemban.
“Transparansi bukan hanya sekadar upload LHKPN. Tapi juga soal bagaimana laporan itu menjelaskan sumber kekayaan secara jujur dan dapat ditelusuri,” tutupnya.