Tangerang Selatan – Hujan deras yang melanda Kota Tangerang Selatan beberapa waktu lalu kembali mengakibatkan banjir di sejumlah titik.
Genangan air tak hanya menghambat aktivitas warga, tetapi juga menyebabkan kemacetan parah di berbagai ruas jalan utama.
Menurut pengamat tata kota dari Institut Teknologi Indonesia (ITI), Medtry, banjir berulang ini mencerminkan kegagalan sistemik dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan infrastruktur kota.
“Memang untuk pulau Jawa atau beberapa wilayah sekarang ini kan itu yang seharusnya daerah resapan banyak berubah fungsi jadi perumahan atau daerah terbangun,” jelasnya kepada Tangerangupdate.com, Kamis 10 Juli 2025.
Ia menyoroti bahwa pembangunan pesat di Tangsel tidak dibarengi dengan peningkatan kapasitas drainase yang memadai.
Menurutnya, banyak saluran air dangkal, sempit, bahkan tersumbat sampah, sehingga tidak mampu menampung volume air saat hujan deras.
Lebih lanjut, Medtry menyatakan bahwa banyak masyarakat dan pengembang melanggar aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
“Kita lihat sekarang kavling kecil yang terbangun, akibatnya hujan yang tadinya meresap sehingga hujan besar saja jadi banjir,” katanya.
Kondisi ini diperparah oleh minimnya daya tampung seperti waduk dan kolam retensi yang belum cukup untuk menampung curah hujan tinggi. Pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan sampah juga membuat daya tampung aliran air makin berkurang.
Sebagai solusi, Medtry menyarankan agar pemerintah melakukan pendataan ulang terhadap wilayah rawan banjir, menegakkan aturan tata ruang secara tegas, serta melakukan relokasi untuk kawasan yang tak layak huni akibat banjir berulang.
“Untuk daerah yang mungkin rawan, itu mestinya harus direlokasi. Kalau memang banjir terus, dia berada di daerah rawan banjir seperti itu solusinya, dibuat daerah resapan air. Atau dia dibuat rumah panggung kalau mau,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran tata ruang agar tidak menimbulkan bencana yang sama berulang kali.
” Alam itu udah begitu pasti air meresap ke tanah, dia mencari daerah rendah. Misalkan dulunya rawa, kita timbun jadi rumah, airnya mau ke mana?” tandasnya.