Tangerangupdate.com | Bank Dunia (World Bank) dalam laporan terbarunya memproyeksikan rasio utang pemerintah Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan terus meningkat dalam tiga tahun mendatang.
Laporan The Macro Poverty Outlook (MPO) edisi April 2025 menyebutkan rasio utang diperkirakan mencapai 40,1% pada 2025, naik menjadi 40,8% pada 2026, dan 41,4% pada 2027.
“Proyeksi ini memang lebih tinggi dari target kami, tapi masih dalam batas aman yang ditetapkan undang-undang,” jelas Kepala DJPPR Kementerian Keuangan, Rionald Silaban, Kami tetap berkomitmen menjaga rasio utang di bawah 60% PDB sesuai mandat UU Keuangan Negara.”saat dikonfirmasi awak media.
Data terbaru menunjukkan posisi utang Indonesia per Januari 2025 mencapai Rp8.909,14 triliun (39,6% PDB), meningkat dari Desember 2024 sebesar Rp8.801,09 triliun (39,7% PDB).
“Kenaikan nominal utang ini masih wajar karena digunakan untuk membiayai program-program prioritas,” tambah Silaban.
Ekonom Sekaligus Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Pamulang Andri Priadi mengungkapkan kekhawatirannya.
“Yang perlu diwaspadai bukan besaran rasio hari ini, tapi tren kenaikan yang konsisten. Jika terus dibiarkan, dalam 5-10 tahun ke depan beban utang bisa menjadi masalah serius.” Ucapnya kepada kantor berita Tangerangupdate.com (30/04).
Priadi memaparkan tiga risiko utama pertama Bunga utang yang sudah menyedot Rp500 triliun dari APBN, kedua Ketergantungan pada pembiayaan defisit, ketiga Kerentanan terhadap gejolak nilai tukar
“Setiap kenaikan 1% terhadap PDB berarti tambahan beban sekitar Rp200 triliun. Ini uang yang seharusnya bisa dialokasikan untuk pendidikan atau kesehatan,” tegas Priadi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam beberapa kesempatan menjelaskan langkah antisipasi yang sedang dilakukan dengan mengoptimalkan penerbitan surat utang dalam rupiah dan memperpanjang tenor untuk mengurangi risiko valas.
Tahun ini 85% pembiayaan utang berasal dari pasar domestik. Pemerintah juga mengklaim telah meningkatkan kualitas belanja. Setiap proyek yang dibiayai utang harus memiliki dampak ganda bagi ekonomi.
Bank Dunia dalam laporannya menyatakan, Indonesia masih memiliki ruang fiskal yang memadai, tapi perlu memperkuat basis penerimaan pajak untuk mengurangi ketergantungan pada utang.
Namun hal tersebut mendapat kritik tajam, menurut Priadi bukan pada angka 40% saja namun bagaimana pemerintah memitigasi lima tahun kedepan.
“Masalahnya bukan di angka 40% hari ini, tapi di kemana arah angka itu 5 tahun lagi. Jika tidak dikelola hati-hati, kita bisa terjebak dalam spiral utang seperti beberapa negara berkembang lainnya.” Pungkasnya.