Tangerangupdate.com – Di tengah hiruk pikuk jalanan Kabupaten Tangerang, di mana deru kendaraan tak henti bersahutan, terselip sebuah kisah pilu yang mengiris hati.
Namanya Gemilang, tentu bukan nama sebenarnya, seorang bocah perempuan berusia tujuh tahun.
Alih-alih asyik bermain dan mulai belajar di bangku sekolah, setiap hari ia harus berbalut cat perak dan ‘mangkal’ di persimpangan jalan, mengais rezeki sebagai manusia silver.
“Ayahnya kerja, ngojek di Bitung,” tuturnya polos, mengenalkan dirinya kepada Tangerangupdate.com, Rabu 9 Juli 2025.
Sejak matahari mulai memancarkan cahayanya, ia bersama ibunya sudah siap di persimpangan jalan yang ramai seperti Citra Raya.
Senyum kecilnya tak lagi memancarkan keceriaan layaknya anak seusianya. Sebaliknya, guratan lelah dan kesedihan terpancar jelas di wajah mungilnya.
Tubuh terlihat kontras dengan lapisan cat perak yang membalutnya dari ujung kepala hingga kaki.
Dengan senyum tipis, ia duduk di trotoar, berharap belas kasihan dari para pengendara atau pejalan kaki yang melintas. Sebuah kardus kecil setia dalam genggamannya, menanti recehan.
Baginya, niatnya hanya membantu keuangan keluarga dan mengumpulkan uang demi biaya sekolah. “Uangnya dikumpulin buat aku sekolah. Mau sekolah dekat rumah aja. Belum daftar,” katanya dengan suara penuh harapan.
Di sampingnya, Yuli, sang ibu, menjelaskan bahwa ayah Gemilang bekerja sebagai tukang ojek di kawasan Bitung, Cikupa.
Namun, penghasilan sang ayah, sebagai tukang ojek pangkalan, tak cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.
Kondisi inilah yang membuatnya terpaksa ikut membantu ibunya mengais rezeki di jalanan. Dari pagi hingga siang, mereka biasanya mendapat sekitar Rp100 ribu, meskipun tak jarang kurang dari itu.
“Sehari (biasanya) dapat Rp100 ribu, kadang kurang,” aku Yuli.
Panas terik matahari dan debu jalan sudah menjadi sahabat karib di jalanan. Yuli mengungkapkan, ia terpaksa mengajak anaknya sejak usia dini lantaran tidak ada yang menjaganya di rumah.
Gemilang hanyalah satu dari sekian banyak potret kemiskinan yang masih menghantui negeri ini, tak terkecuali di Kabupaten Tangerang.
Banyak anak-anak seperti Gemilang yang terpaksa kehilangan masa kanak-kanak mereka, berjuang keras demi bertahan hidup.
Di tahun 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sebanyak 266.430 warga Kabupaten Tangerang, atau 6,55% dari total penduduk, hidup dalam kondisi miskin.
Angka ini menempatkan Kabupaten Tangerang sebagai wilayah dengan jumlah penduduk miskin tertinggi di Provinsi Banten, dan berada di peringkat ketiga berdasarkan persentase kemiskinan di provinsi yang sama.
Mengacu pada data BPS tahun 2024 yang dirilis Februari 2025, kategori penduduk miskin ditetapkan bagi individu dengan penghasilan per kapita di bawah Rp632.941 per bulan.
Data BPS juga menunjukkan bahwa jumlah garis kemiskinan ini berbanding lurus dengan tingkat pengangguran di Kabupaten Tangerang. Tercatat, 102.510 dari 1.691.876 angkatan kerja atau 6,09 persen merupakan pengangguran.
Tingginya angka pengangguran ini tentu saja berkontribusi pada peningkatan jumlah penduduk miskin, semakin memperburuk keadaan bagi keluarga seperti Gemilang.