Tangerangupdate.com – Rencana Danantara, entitas superholding BUMN, yang akan menarik pinjaman hingga USD 10 miliar atau setara Rp160 triliun dari empat bank asing menuai kritik tajam. Pengamat keuangan dan pasar modal, Yanuar Rizky, menilai langkah ini sebagai strategi “front loading” atas potensi penerimaan deviden dari BUMN yang belum tentu berbentuk kas riil.
Dalam unggahan Facebook-nya yang dikutip Sabtu (12/7/2025), Yanuar mengurai bahwa pinjaman tersebut kemungkinan besar merupakan pinjaman modal kerja tanpa agunan, di mana Danantara mengandalkan janji pembayaran dari proyeksi deviden selama tiga hingga lima tahun ke depan.
“Artinya, Danantara menjaminkan masa depan. Kalau pinjam Rp160 triliun dengan bunga 7%, maka cicilannya sekitar Rp60,97 triliun per tahun. Padahal, belum tentu itu kas beneran,” tulis Yanuar.
Laba Ada, Tapi Arus Kas Minus
Merujuk pada laporan keuangan konsolidasi BUMN tahun 2023 yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik EY, Yanuar menyebutkan bahwa meskipun laba usaha BUMN mencapai Rp326,13 triliun, arus kas dari aktivitas operasi justru negatif sebesar Rp294,87 triliun.
“Artinya, laba banyak berbentuk piutang. Bisa dicek di laporan Pertamina dan PLN yang menumpuk piutang ke pemerintah dan sesama BUMN karena beban penugasan,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa banyak BUMN menggunakan utang untuk menutupi beban operasional, sehingga bisa memicu efek berantai jika model itu diteruskan Danantara.
Deviden Buku, Bukan Tunai
Yanuar juga menyoroti inkonsistensi antara klaim pemerintah soal besarnya deviden BUMN dengan realita di lapangan. Dari target penerimaan deviden 2024 sebesar Rp84 triliun, ia memperkirakan kas riil yang tersedia hanya sekitar Rp30–40 triliun.
“Sisanya hanya ‘deviden buku’, bahkan untuk bayar deviden dan tantiem pun kemungkinan besar pakai utang bank,” cetusnya.
Potensi Risiko: Siapa yang Diuntungkan?
Dalam analisisnya, Yanuar mewanti-wanti agar langkah ini tidak berujung pada pengulangan “model investasi ugal-ugalan” seperti injeksi Telkom ke GoTo yang akhirnya lebih banyak dinikmati segelintir pihak.
“Kalau model kayak injeksi Telkom ke GoTo diteruskan, yang menikmati ya 4L—Lu Lagi Lu Lagi. Rakyat hanya disuguhi propaganda melukis langit,” tandasnya.
Transparansi dan Tata Kelola Dipertanyakan
Langkah Danantara yang terkesan agresif meminjam dana jumbo tanpa kejelasan alokasi rinci juga memunculkan pertanyaan soal transparansi dan tata kelola superholding yang baru terbentuk ini.
Sejumlah pengamat pun menilai perlu adanya pengawasan ketat dari DPR, BPK, serta publik terhadap strategi pembiayaan Danantara, agar tidak membebani APBN dan menjerumuskan BUMN ke krisis likuiditas berkepanjangan.