Tangerangupdate.com – Tangerang Selatan, pada 2024, dengan nilai hampir sempurna yakni 98,85, kota yang dipimpin Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan ini dinobatkan sebagai Badan Publik Paling Informatif se-Banten oleh Komisi Informasi Provinsi Banten. Prestasi ini adalah sebuah mahkota yang berkilau, bukti komitmen terhadap amanat Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Namun, kemilau mahkota itu seketika suram ketika dihadapkan pada ujian sesungguhnya ketika merespon kritik substantif terhadap anggaran daerah yang disuarakan langsung oleh pemilik sah kebijakan publik, yaitu masyarakat Tangsel sendiri yang dalam hal ini diwakili oleh Leony Vitria atau lebih dikenal sebagai mantan penyanyi cilik. Alih-alih menampilkan performa entitas yang “paling informatif,” respons Pemkot justru memperlihatkan kegagapan yang mencolok, sikap defensif, narasi yang tidak koheren dan data yang disajikan secara tambal sulam, jauh dari kesan pengelola informasi yang matang dan terpercaya.
Ironi ini mengingatkan pada sebuah alegori tentang seorang raja bijak nan gagap. Sang raja dikelilingi oleh penasihat yang piawai merangkai kata, dan istananya megah dengan laporan-laporan indah. Setiap kali rakyat bertanya tentang keadaan negeri, para penasihatnya segera menyuguhkan lembaran-lembaran laporan yang detail. Namun, ketika sang raja sendiri yang diminta menjawab pertanyaan langsung dari rakyatnya yang paling biasa, kata-katanya terputus-putus, tidak lugas dan penuh keraguan. Rakyat pun mulai mempertanyakan, apakah laporan yang indah itu mencerminkan kebenaran atau hanya topeng untuk menutupi ketidaksiapan sang pemimpin menghadapi suara hati warganya?
Alegori itu adalah cermin yang tepat untuk Pemkot Tangsel saat ini. Penghargaan “paling informatif” bagaikan mahkota emas dan laporan-laporan indah sang raja. Ia terlihat perkasa dari jauh tetapi getar dan goyah saat dihadapkan pada desakan pertanyaan yang lahir dari ruang hidup warga, bukan dari ruang rapat dewan. Fakta bahwa kritik ini datang dari masyarakat bukan dari institusi resmi pengawas seharusnya justru menjadi alarm terkuat. Ini membuktikan bahwa yang diuji bukan hanya hubungan formal dengan DPRD, melainkan hubungan kepercayaan dasar antara pemerintah dan warganya.
Publik tidak butuh sekadar tumpukan data yang dipajang di portal informasi yang mungkin saja hanya memenuhi checklist administratif penilaian yang ditagih oleh masyarakat dan dalam hal ini oleh seorang warga seperti Leony, adalah transparansi yang hidup dan responsif, yaitu kemampuan pemerintah untuk menjelaskan dengan jelas, argumentatif, dan siap diverifikasi atas setiap kebijakan yang menghabiskan uang rakyat, langsung kepada rakyat itu sendiri.
Dari Keterbukaan Pasif Menuju Akuntabilitas Aktif pada Warga
Esensi keterbukaan informasi publik bukanlah terletak pada kemampuan menyimpan dan menampilkan arsip, melainkan pada kesiapan menjelaskan dan mempertanggungjawabkannya kepada siapa pun yang bertanya, terutama kepada warga biasa. Sebuah portal informasi yang lengkap adalah modal awal, tetapi itu baru bersifat pasif. Nilai sejati sebuah pemerintahan yang informatif teruji ketika ia beralih ke mode aktif, yaitu saat ia mampu berdialog secara setara dengan warganya, merespons kecemasan publik yang disampaikan melalui saluran non-formal dan dengan rendah hati mengakui jika terdapat data atau kebijakan yang perlu dikoreksi.
“Kegagapan dalam merespons kritik dari masyarakat mengindikasikan bahwa mungkin saja “keterbukaan” yang dijaga Pemkot Tangsel adalah keterbukaan yang terkungkung dalam kerangka formalistik-performatif”
Keterbukaan untuk memenuhi penilaian komisi informasi, bukan keterbukaan untuk membangun dialog jujur dengan warganya. Jika seorang warga yang kritis saja tidak mendapatkan jawaban yang memadai, lalu untuk siapakah gelar “paling informatif” ini sebenarnya diberikan?
Kini, konsistensi menjadi taruhan. Apakah Pemkot Tangsel akan membuktikan bahwa predikat “paling informatif” bukan sekadar gelar prestisius di atas kertas, melainkan jiwa dari setiap interaksinya dengan masyarakat? Bahwa mereka siap dikritik oleh siapapun, siap menjawab dengan kepala dingin dan data yang utuh, dan siap dikoreksi oleh suara dari luar tembok balai kota atau justru akan dikenang seperti raja dalam legenda, yang gagap menjawab pertanyaan rakyatnya sendiri? Jawabannya tidak terletak pada piagam penghargaan, tetapi pada bagaimana seorang pejabat menjawab pertanyaan seorang Leony di ruang publik.
Disclaimer: Artikel ini merupakan produk meja redaksi Tangerangupdate.com. Semua isi tulisan dan konten di dalamnya merupakan sebuah opini dan tidak menunjukkan keberpihakan kepada siapapun.