Tangerangupdate.com – Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) 2025 menuai sorotan publik. Meski nilainya mencapai Rp5,08 triliun, anggaran jumbo tersebut dianggap belum menjawab kebutuhan dasar masyarakat.
Berdasarkan dokumen RAPBD 2025, total belanja direncanakan Rp5,08 triliun sementara pendapatan hanya Rp4,95 triliun. Artinya, Tangsel mengalami defisit sekitar Rp130 miliar yang rencananya ditutup menggunakan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA).
Namun, menurut pengamat kebijakan publik M. Mahrus Alvy Al Wahidy, pola tersebut berulang setiap tahun dan hanya berhenti di atas kertas. “APBD sering dipuja sebagai jantung pembangunan. Tapi jika dilihat lebih dekat, janji itu lebih mirip brosur promosi: desainnya indah, kata-katanya manis, tetapi kualitasnya mengecewakan,” ujarnya.
Anggaran Besar, Belanja Publik Kecil
Dari total RAPBD, porsi terbesar masih terserap untuk belanja operasional dan birokrasi. Belanja pegawai tercatat dominan, sementara belanja modal untuk pembangunan sekolah, puskesmas, hingga infrastruktur publik hanya Rp1,18 triliun.
“Artinya sebagian besar uang rakyat justru habis untuk urusan birokrasi, bukan kepentingan publik,” kata Alvy.
Kritik semakin tajam ketika melihat alokasi bantuan sosial. Pada 2024, misalnya, bantuan sosial untuk warga miskin hanya Rp140 juta, sedangkan tunjangan rumah bagi anggota DPRD nilainya jauh lebih besar. “Di tengah defisit, justru ada pos anggaran fantastis untuk DPRD. Ini bukti nyata rakyat sering hanya jadi penonton,” tegasnya.
Realita vs Anggaran
Publik juga membandingkan besarnya anggaran dengan kondisi nyata di lapangan. Kemacetan, banjir tahunan, sekolah negeri yang kekurangan ruang kelas, hingga layanan kesehatan yang antre panjang masih menjadi keluhan utama warga Tangsel.
“Kalau defisit kecil saja jadi masalah besar, bagaimana dengan pelayanan publik sehari-hari? Anggaran sehat di kertas belum tentu sehat di lapangan,” ujar Alvy.
Kritik Terhadap Pemerintah Kota
Ia menilai Pemkot Tangsel kerap bangga menampilkan grafik dan laporan, namun mengabaikan realitas masyarakat. “Rasanya seperti menonton sinetron panjang yang penuh janji bahagia, tapi ending-nya selalu sama: rakyat tetap sabar, pejabat tetap aman,” katanya.
Menurutnya, APBD sejatinya bukan milik birokrasi melainkan milik rakyat. Karena itu, rakyat berhak menagih janji pemerintah agar setiap rupiah pajak yang dipungut benar-benar kembali dalam bentuk layanan publik.
“Jika Pemkot Tangsel terus mengabaikan suara publik, jangan heran kalau APBD hanya jadi drama tahunan: penuh anggaran, penuh janji, tapi minim bukti,” pungkasnya.
Editor: Jupry Nugroho
Reporter: Juno