Tangerangupdate.com – Perayaan hari ulang tahun Kota Tangerang Selatan (HUT Tangsel) ke-17 seharusnya menjadi penanda kedewasaan, bukan lagi usia remaja yang rapuh. Namun, di tengah gemerlap perayaan dan klaim pencapaian, realitas di lapangan membisikkan narasi yang berbeda: Tangsel masih menjadi kota yang rentan, tidak adil, dan terus dibayangi krisis infrastruktur dasar serta lingkungan hidup.
Kritik ini bukan tanpa dasar. Data dan fakta aktual menunjukkan kesenjangan antara “pembangunan di atas kertas” dengan pengalaman hidup sehari-hari warga.
Jika ukuran kemajuan sebuah kota adalah seberapa aman warganya dari bencana, Tangsel telah gagal. Bencana banjir, yang seharusnya bisa diminimalisir oleh tata kelola kota yang baik, justru menjadi agenda rutin tahunan.
Pada awal Maret 2025, curah hujan tinggi menenggelamkan 11 titik vital di Tangsel, dengan tinggi muka air mencapai 20 cm hingga 120 cm. Kawasan seperti Perumahan Pondok Maharta (Pondok Aren) dan Taman Mangu menjadi langganan. Dampaknya, 2.010 keluarga terdampak dan akses konektivitas utama, seperti Jalan Raya Ceger, sempat terputus.
Puncaknya, di Juli 2025, laporan menunjukkan setidaknya 22 titik genangan dan lebih dari 1.530 keluarga terdampak, dengan satu titik di Pondok Maharta dilaporkan belum surut dalam waktu lama.
Ironisnya, banjir ini bukan semata musibah alam, melainkan kegagalan perencanaan tata ruang. Drainase, saluran air, dan normalisasi sungai terabaikan di tengah masifnya izin pembangunan perumahan dan komersial yang menggerus daya serap air. Pembangunan dengan pendekatan top-down yang mengutamakan investor, bukan infrastruktur dasar, telah mengubah hujan menjadi bencana.
Masalah akut lainnya adalah krisis ruang terbuka hijau (RTH). Berdasarkan data sementara (sebelum disahkan), persentase RTH Tangsel dilaporkan hanya berkisar 8,5%. Angka ini jauh di bawah standar kota metropolitan yang seharusnya. Minimnya RTH tidak hanya memperparah banjir, tetapi juga merampas hak warga atas ruang publik, udara segar, dan kualitas hidup yang layak.
Krisis ini berakar pada proses revisi Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2025–2045 yang sedang berjalan. Dokumen ini adalah cetak biru masa depan Tangsel. Jika penyusunannya tidak transparan dan hanya berorientasi pada ekspansi komersial serta perumahan elit, maka ketimpangan akan semakin parah: kawasan pusat dan perumahan mewah mendapatkan fasilitas terbaik, sementara permukiman padat dan pinggiran kota dibiarkan rentan terhadap banjir dan minimnya fasilitas publik.
Selain banjir dan kurang nya ruang terbuka hijau Tangerang Selatan juga darurat tata kelola sampah serta permukiman kumuh yang mesti jadi perhatian pemerintah kota tangerang selatan.
Sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Bidang PPD HMI Ciputat, Alwi Asparin: “Pembangunan jangan hanya diukur dari gedung tinggi dan proyek besar, tapi dari seberapa aman, nyaman, dan adil kota ini untuk seluruh warga. Kota tidak boleh maju hanya dalam data, sementara warga terus dirugikan oleh banjir, krisis ruang publik, dan kemacetan.”
Perayaan HUT ke-17 ini harus dijadikan momentum introspeksi dan transformasi nyata. Kami, mahasiswa dan pemuda Tangsel, menolak menjadi pelengkap seremonial. Kami siap menjadi mitra kritis yang mengawal kota ini.
Pemerintah Kota Tangsel wajib menjawab krisis ini dengan aksi nyata:
1. Prioritaskan Infrastruktur Anti-Banjir: Segera alokasikan anggaran dan selesaikan program penataan drainase, normalisasi sungai, dan infrastruktur anti-banjir di kawasan rawan genangan sebelum mengeluarkan izin pengembangan hunian baru.
2. Transparansi dan Partisipasi dalam RTRW: Selesaikan dan sahkan Raperda RTRW 2025–2045 dengan melibatkan pemuda, mahasiswa, dan komunitas warga secara substantif sejak awal. RTRW harus pro-lingkungan dan pro-rakyat, bukan pro-investor.
3. Perluas RTH dan Ruang Publik: Penuhi dan lindungi ruang terbuka hijau dan fasilitas umum yang dapat diakses oleh seluruh warga tanpa diskriminasi wilayah.
4. Wujudkan Pemerataan Pembangunan: Pastikan pembangunan infrastruktur dan layanan tidak timpang; alokasikan sumber daya ke kawasan pinggiran dan permukiman padat, bukan hanya di area elit.
5. Libatkan Pemuda dalam Kebijakan: Bentuk mekanisme formal yang melibatkan masyarakat sipil dalam perencanaan dan evaluasi kebijakan kota, mewujudkan pembangunan yang benar-benar partisipatif.
6.Tata kelola sampah sesuai dengan asas peraturan yang tidak merugikan lingkungan maupun masyarakat.
7.Penataan dan Perbaikan Infrastruktur Dasar
Pemerintah Kota Tangerang Selatan wajib menyediakan akses layak terhadap air bersih, sanitasi, drainase, jalan lingkungan, dan penerangan.
8. Melakukan rehabilitasi lingkungan dengan standar kesehatan dan keselamatan permukiman sesuai amanat UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Ulang tahun ke-17 Tangsel harus menjadi panggilan untuk aksi dan kolaborasi. Tangsel tidak membutuhkan selebrasi palsu, melainkan transformasi nyata dari kota yang rentan menjadi kota yang berkeadilan, aman, dan bermartabat, tidak hanya di atas kertas, tetapi dalam setiap kehidupan warganya.
Disclaimer: artikel ini adalah kiriman dari pembaca Tangerangupdate.com. Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.



