Tangerangupdate.com – Lonjakan kasus kekerasan terhadap anak di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), ditambah kematian siswa SMPN 19 berinisial MH, membuat DPRD bergerak cepat. Wakil Ketua Komisi I DPRD Tangsel, Ahmad Syawqi, menyebut lembaga legislatif sepakat mempercepat pembahasan regulasi baru perlindungan anak.
“Kita sepakat, ini darurat. Perda perlindungan anak dan perempuan sudah terlalu lama dan harus segera direvisi,” kata Syawqi dikutip Kamis (20/11)
Regulasi Baru Akan Bentuk KPAD
Dalam revisi perda tersebut, DPRD mengusulkan pembentukan Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD). Lembaga ini diharapkan menjadi motor koordinasi lintas dinas dan sekolah untuk mencegah kekerasan.
“Bukan menggantikan yang sudah ada. Justru memperkuat lintas sektor,” jelas politikus Gerindra itu.
Syawqi juga menyoroti lemahnya kinerja TPPK di sekolah-sekolah. Padahal mekanisme pencegahan dan penanganannya sudah jelas dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023.
Ironi Predikat Kota Layak Anak
Di atas kertas, Tangsel sudah menyandang predikat Kota Layak Anak kategori Utama sejak Agustus 2025. Namun kondisi di lapangan berbanding terbalik.
Data UPTD PPA Tangsel menunjukkan ada 347 laporan kekerasan sepanjang Januari–Oktober 2025. Sebanyak 226 kasus di antaranya menimpa anak, dan satu kasus berakhir kematian.
Dengan rincian Anak laki-laki: 80 kasus (5 bullying, 24 fisik, 24 psikis, Anak perempuan: 146 kasus (19 fisik, 12 psikis, 1 bullying)
Kepala UPTD PPA Tangsel, Tri Purwanto, mengatakan masih banyak kasus yang tidak dilaporkan.
“Bukan bullying saja. Banyak yang tidak melapor. Ini yang harus kita dorong terus,” ujar Tri.
Kematian Siswa SMPN 19 Jadi Momentum Evaluasi
Kasus yang paling menyita perhatian adalah kematian MH, siswa kelas VII SMPN 19. Ia meninggal setelah diduga menjadi korban perundungan menggunakan kursi besi oleh teman sebangku. Korban sempat dirawat di RS Fatmawati sebelum dinyatakan meninggal.
Peristiwa ini memicu evaluasi besar-besaran terhadap keamanan sekolah di Tangsel.
Pengamat: Pemerintah Gagal Jalankan Aturan
Peneliti Rights, Anita Melodina, menilai tingginya kasus kekerasan anak menunjukkan lemahnya implementasi perlindungan anak oleh Pemkot Tangsel.
“Aturannya sudah jelas, tapi tidak dijalankan secara konsisten. Dengan kasus sebanyak ini, predikat Kota Layak Anak jadi tidak berarti,” kritiknya.
Anita menegaskan penanganan kasus harus berpihak pada korban, tanpa meninggalkan pembinaan terhadap pelaku yang juga masih anak.
“Korban harus pulih, pelaku harus dibina. Tidak bisa mengandalkan pendekatan hukuman saja,” jelasnya.
DPRD Janji Perkuat Pengawasan
Syawqi memastikan DPRD akan memperkuat dorongan program pencegahan dan pengawasan agar kasus serupa tidak kembali terjadi.
“Bullying tidak bisa lagi dianggap sepele. Kota Layak Anak harus terlihat dari sikap masyarakat dan sekolah, bukan hanya simbol penghargaan,” tegasnya.
Editor: Jupry Nugroho
Reporter: Juno




