Tangerangupdate.com – Proyek kerja sama pengelolaan sampah antara Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang kian memicu polemik. Di tengah gencarnya narasi efisiensi dan sinergi daerah, kritik tajam muncul dari berbagai kalangan di Pandeglang yang menilai kerja sama ini timpang dan menyimpan potensi masalah besar, mulai dari pencemaran lingkungan hingga bayang-bayang korupsi.
Salah satu yang lantang menyuarakan penolakan adalah Koordinator Nalar Pandeglang, Shobana Ilham. Ia menyoroti minimnya kesiapan infrastruktur persampahan di Pandeglang yang saat ini masih menggunakan metode open dumping tanpa teknologi pemrosesan modern.
“Kenapa kami yang belum punya sistem persampahan layak justru diminta memikul sampah dari kota yang jauh lebih siap? Ini bukan kerja sama, ini ketimpangan,” ujarnya, Minggu (3/8).
Shobana menekankan, Pandeglang bukanlah tempat pembuangan, melainkan rumah bagi warganya. “Jika rumah ini dikotori dengan sampah demi dana kompensasi, maka nilai-nilai keadilan dan kelestarian sudah dikorbankan sejak awal,” tegasnya.
Mahasiswa Sebut: Kolonialisasi Lingkungan, Bukan Kolaborasi
Nada serupa datang dari Keluarga Mahasiswa Pandeglang (Kumandang) Banten. Salah satu perwakilannya, D. Nuryana, menyebut skema pemindahan sampah ini bukan bentuk kolaborasi, melainkan bentuk kolonialisasi lingkungan dengan topeng kerja sama antardaerah.
“Pemkot Tangsel sedang mencari tempat pembuangan, bukan solusi. Yang dipilih adalah wilayah dengan daya tawar lemah, dan Pandeglang sedang jadi korban,” kata Nuryana, Senin malam (4/8).
Ia juga mengkritik nilai kompensasi sebesar Rp40 miliar yang disepakati selama empat tahun. “Apakah udara bersih, tanah subur, dan kesehatan masyarakat layak dihargai hanya Rp40 miliar? Ini bukan tawar-menawar yang adil. Ini barter masa depan warga dengan uang,” katanya dengan nada tinggi.
Tak berhenti di situ, Nuryana juga menyinggung skandal korupsi yang sebelumnya membelit Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tangsel. “Apa jaminannya dana kerja sama ini tak menguap seperti kasus sebelumnya? Rekam jejak DLH Tangsel tak bisa diabaikan,” tambahnya.
TPA Bangkonol dan Dana ‘Penyelamat’ dari Tangsel
Dari sisi pemerintah, Wakil Bupati Pandeglang Iing Andri Supriadi membantah bahwa kerja sama ini dilandasi motif ekonomi semata. Ia menyebut proyek ini sebagai jalan keluar untuk memperpanjang usia Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, satu-satunya TPA aktif di Pandeglang setelah TPA Bojong Canar ditutup.
“TPA Bangkonol mendapat teguran dari KLHK karena masih open dumping. Kami diberi waktu 180 hari untuk berbenah, dan dana dari Tangsel menjadi solusi agar tidak ditutup,” jelas Iing, Selasa (5/8).
Dana bantuan keuangan khusus (BKK) dari Tangsel senilai Rp40 miliar akan dicairkan bertahap: Rp20 miliar pada APBD Perubahan 2025, lalu Rp15 miliar pada 2026, dan sisanya Rp5 miliar di 2027. Anggaran ini, menurut Iing, akan digunakan untuk memperluas lahan, pengadaan alat berat, serta pembangunan fasilitas pemilahan dan pengolahan sampah.
“Ini bukan keputusan sembrono. Semua berdasarkan kajian. Tapi saya minta masyarakat turut mengawasi agar dana ini tidak disalahgunakan,” tegasnya.
Riwayat Buruk Tangsel: Dari TPA Jebol hingga Kasus Korupsi
Persoalan sampah bukan hal baru di Tangsel. TPA Cipeucang, satu-satunya fasilitas pembuangan resmi milik Tangsel, sudah lama kelebihan kapasitas. Bahkan pada 2019, sheet pile TPA itu jebol, mencemari Sungai Cisadane dan menimbulkan krisis lingkungan.
Sempat mencoba alihkan sampah ke TPA Cilowong di Kota Serang pada 2021–2022, Tangsel kembali mendapat penolakan dari warga setempat karena dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Kini, Tangsel sedang mempersiapkan pembangunan PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik) dengan menggandeng PT Indoplas Energi Hijau dan China Tianying Inc. Proyek ini termasuk dalam Proyek Strategis Nasional berdasarkan Perpres No. 35 Tahun 2018. Namun, proyek itu belum bisa menjawab kebutuhan jangka pendek.
Di tengah krisis kapasitas dan proyek jangka panjang yang belum rampung, Tangsel memilih opsi kerja sama dengan Pandeglang. Namun, kepercayaan publik terhadap manajemen DLH Tangsel sedang dalam titik nadir, usai Kejati Banten menetapkan empat tersangka dalam kasus korupsi anggaran pengangkutan sampah tahun 2024.
SYM, WL, TAK, serta ZY dari pihak swasta diduga memanipulasi laporan kegiatan dan mark-up anggaran, menyebabkan kerugian negara hingga Rp21,6 miliar. Kejati sudah menyita dokumen kontrak, transfer bank, dan laporan pertanggungjawaban sebagai barang bukti.
Dari Uang ke Udara: Warisan Apa yang Akan Tertinggal?
Kekhawatiran terbesar kini adalah bahwa kerja sama ini justru membuka pintu bagi potensi penyimpangan yang lebih besar. Banyak yang menilai, jika proyek ini tidak diawasi ketat, maka warga Pandeglang akan mewarisi lebih banyak limbah dan skandal ketimbang manfaat jangka panjang.
“Jika kita diam, maka yang tersisa hanyalah bau, limbah, dan kebusukan sistem,” tutup Nuryana, menyampaikan keresahan banyak warga Pandeglang.
Editor: Jupry Nugroho
Reporter: Juno