Tangerangupdate.com | Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) mengungkapkan kekecewaan atas penolakan izin pendirian Gereja Kanaan Jawa (GKJ) di Pondok Karya, Kecamatan Pondok Aren.
Insiden ini terjadi pada hari Minggu, 29 September 2024, saat spanduk penolakan pembangunan gereja dipasang di sekitar lokasi.
Menurut warga sekitar, Gina, meskipun izin pendirian rumah ibadah sudah ada, spanduk penolakan baru dipasang pada pagi hari tersebut oleh oknum yang belum teridentifikasi. Warga dan pengurus GKJ selama ini telah berkomunikasi dengan baik, bahkan sering mengundang warga sekitar untuk kegiatan gereja. Namun, pemasangan spanduk ini dinilai sebagai bentuk intoleransi yang mengecewakan.
Ketua DPC GAMKI Kota Tangsel, Adi Saputra Simanullang, mengecam keras tindakan tersebut. Menurutnya, penolakan izin rumah ibadah semacam ini tidak seharusnya terjadi di Tangsel, kota yang dikenal majemuk dan multikultural.
GAMKI juga menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan meminta Pemkot Tangsel untuk menindak tegas para pelaku intoleransi.
Peran Penting FKUB dalam Mencegah Konflik Antarumat Beragama
Adi juga menjelaskan bahwa GAMKI Tangsel telah berkoordinasi dengan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Tangsel terkait penolakan ini. FKUB diharapkan berperan aktif dalam menjaga kerukunan umat beragama di Tangsel.
“FKUB harus menjadi jembatan dalam membangun kerukunan di tengah masyarakat yang beragam, agar persoalan seperti ini dapat dicegah sebelum berkembang menjadi konflik,” ucap Adi, yang juga merupakan Pengurus Forum Pemuda Lintas Agama (FPLA) Tangsel.
Dorongan Revisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri
GAMKI Tangsel juga menyoroti Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Menurut Adi, peraturan tersebut sering kali menjadi alat bagi kelompok intoleran untuk menghalangi pembangunan rumah ibadah di berbagai daerah. Dia mendesak agar peraturan ini segera direvisi untuk mencegah penyalahgunaan di masa depan.
“Penolakan izin pendirian rumah ibadah ini membuktikan bahwa pemahaman terhadap Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 masih kurang di tengah masyarakat. Negara seharusnya menjamin kebebasan beribadah bagi semua warga negara, termasuk di Tangsel yang dikenal sebagai kota yang majemuk,” tegas Adi.
GAMKI Kota Tangsel akan terus mengawal kasus ini dan berharap pemerintah serta masyarakat Tangsel bisa lebih memahami hak beragama yang diatur dalam UUD 1945. GAMKI juga meminta agar FKUB lebih aktif dalam mengelola isu-isu keagamaan untuk mencegah terjadinya konflik antarumat beragama di masa depan.