Tangerangupdate.com – Ribuan ikan mati mendadak di Situ Cangkring, Kelurahan Periuk Jaya, Kota Tangerang. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang menduga pencemaran limbah industri menjadi penyebab utama. Hasil uji laboratorium menunjukkan sejumlah parameter kualitas air melampaui baku mutu, termasuk kandungan fenol yang berbahaya.
Namun bagi warga, peristiwa ini bukan kejadian baru. Mereka menegaskan pencemaran di Situ Cangkring sudah berulang kali terjadi, termasuk pada tahun 2022, tanpa penyelesaian yang jelas dari pemerintah kota.
“DLH Kota Tangerang terkesan lambat dan tidak terbuka. Pencemaran di Situ Cangkring sudah pernah terjadi sebelumnya, tapi tindak lanjutnya tidak jelas. Jangan sampai kejadian seperti ini dibiarkan berulang,” ujar Ahmad Fauzi, warga Periuk Jaya, Jumat (5/9/2025).
Fauzi menambahkan, warga akan menggelar aksi jika DLH tidak membuka hasil uji laboratorium air Situ Cangkring secara transparan. “Kami ingin tahu siapa yang mencemari situ ini. Kalau ada perusahaan terbukti buang limbah, harus ditindak tegas,” tegasnya.
Hasil Uji Lab: Ada Fenol dan Bahan Berbahaya Lain
Diberitakan sebelumnya Kepala Bidang Penataan, Penataan, dan Kapasitas Lingkungan Hidup (PPKLH) DLH Kota Tangerang, Dhany Kuntjoro, menyampaikan pihaknya telah menguji sampel air dari lokasi.
“Dari sekitar 30 parameter uji, enam melampaui baku mutu, termasuk COD, BOD, TSS, dan Fenol,” ujarnya, Selasa (26/8/2025).
Temuan tersebut memperkuat dugaan adanya pembuangan limbah cair industri yang menurunkan kadar oksigen dalam air hingga menyebabkan ikan mati massal. Saat ini DLH tengah memeriksa lima perusahaan di sekitar lokasi yang bergerak di sektor finishing, karton, gelas cup, dan karet.
“Kami menunggu arahan dari Kementerian Lingkungan Hidup untuk sanksi lebih lanjut,” jelas Dhany.
Warga Terdampak: Air Sumur Anyir dan Tidak Layak Konsumsi
Pencemaran ini tidak hanya mematikan ribuan ikan, tetapi juga berdampak langsung pada kehidupan warga.
Naji Hardianto, warga RT 03/07, mengaku air sumur yang selama ini dipakai sehari-hari ikut tercemar.
“Air sumur jadi anyir, sudah gak bisa buat masak atau minum. Tiga minggu ini kami terpaksa beli air galon,” katanya.
Sementara Widodo, warga lain, mengeluhkan kehilangan sumber pangan sekaligus biaya tambahan untuk air bersih.
“Sekarang air sumur cuma bisa buat mandi. Setiap minggu harus keluar uang buat beli air. Dulu juga pernah kejadian, sempat normal lagi, tapi sekarang terulang,” ujarnya.
Widodo menduga banyak perusahaan sekitar yang membuang limbah sembarangan. “Soalnya banyak pabrik di sini yang gak punya tempat pembuangan, buangnya ya ke situ,” tambahnya.
Warga Minta Tindak Tegas
Masyarakat berharap DLH tidak hanya berhenti pada uji laboratorium, melainkan juga menindak tegas perusahaan yang terbukti mencemari lingkungan.
“Kami ingin kejadian berulang ini dihentikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar janji,” pungkas Fauzi.
Editor: Jupry Nugroho
Reporter: Juno