Tangerangupdate.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang memproses laporan Ikatan Alumni Sekolah Anti Korupsi (IKA SAKTI) Tangerang atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan lahan RSUD Tigaraksa.
Hal tersebut diungkap oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, Selasa 7 Oktober 2025. “Coba nanti kami cek (perkembangannya),” singkatnya kepada kantor berita Tangerangupdate.com.
Meski demikian, Anang masih belum merinci langkah yang telah diambil atas laporan IKA SAKTI yang juga meminta Kejagung untuk segera mengambil alih kasus tersebut, melakukan supervisi, pemeriksaan, dan menjamin transparansi.
Sebelumnya, IKA SAKTI Tangerang resmi melaporkan dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa ke Kejagung pada Kamis, 25 September 2025.
Laporan ini merupakan manifestasi kekecewaan IKA SAKTI terhadap penegakan hukum di daerah, bahkan mereka sempat melaporkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tangerang ke Komisi Kejaksaan RI pada 19 September 2025 terkait penanganan kasus ini.
Alumni SAKTI Tangerang, Doni Nuryana, mendesak Kejagung untuk segera mengambil alih, melakukan supervisi, pemeriksaan, dan menjamin transparansi, seraya menolak keras adanya dugaan intervensi politik yang menghambat proses hukum.
Doni juga menegaskan bahwa kasus ini adalah ujian integritas nyata bagi Kejagung untuk membuktikan komitmen anti-korupsi mereka.
”Kami menolak keras upaya-upaya sistematis yang berpotensi melumpuhkan penegakan hukum demi kepentingan segelintir elite. Sudah saatnya Kejagung menunjukkan bahwa keadilan bukan hanya sekadar slogan, tetapi sebuah praktik yang dapat diwujudkan tanpa pandang bulu,” kata Doni usai melaporkan kasus tersebut ke Kejagung.
Kilas Balik Terkait Dugaan Korupsi Lahan RSUD Tigaraksa
Dugaan korupsi dalam pengadaan lahan RSUD Tigaraksa kembali mencuat setelah LHP BPK Provinsi Banten 2025 mengungkap adanya ketidaksesuaian antara kebutuhan lahan dan luas yang dibeli.
Studi kelayakan menyebut kebutuhan hanya sekitar 50.000 m², namun lahan yang dibeli mencapai 114.480 m². Kelebihan sekitar 64.607 m² ini berpotensi menyebabkan kerugian keuangan daerah hingga Rp26,4 miliar.
Masalah lain yang muncul adalah indikasi tumpang tindih sebagian lahan dengan perumahan warga di Perumahan Kota Tigaraksa Blok AE.
Sebelumnya kasus ini sempat dihentikan melalui SP3 oleh Kejari Tangerang, munculnya novum dari audit BPK dan laporan masyarakat sipil seperti IKA Sakti menjadi alasan kuat untuk membuka kembali penyelidikan.